Kelurahan Bambu Apus merupakan salah satu dari 8 Kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur, dan secara demografis berada di wilayah Timur DKI Jakarta.
Kawasan itu berbatasan langsung dengan Kelurahan Lubang Buaya di sebelah utara, Kelurahan Ceger di barat, Kelurahan Setu di timur, dan Kelurahan Cipayung di sebelah selatan.
Zaenuddin HM, menjelaskan dalam buku karyanya 212 Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe, setebal 377 halaman yang diterbitkan Ufuk Press pada 2012, bahwa Bambu Apus diambil dari nama jenis pohon bambu. Konon, di daerah tersebut dulu banyak tumbuh jenis pohon bambu yang dinamai Bambu Apus, dengan ciri-ciri batangnya lurus, tidak berduri, dan daunnya agak besar.
Dari berbagai orang ada yang berpendapat karena daerah tersebut banyak di tumbuhi bambu tali atau bambu apus, sementara pendapat lain bersumber pada cerita legenda tentang seorang pemuda ahli ibadah yang memiliki kekuatan penyembuhan anehnya ketika mandi di bantaran sungai anehnya pemuda tersebut tiba-tiba menghilang dan dalam bahasa setempat disebut Mupus, hanya pakaiannya saja yang masih tersisa tergeletak di tepi sungai.
Kawasan bambu Apus dahulunya memang terkenal dengan kawasan yang angker dan sepi, infrastrukurnya masih terbatas dengan jalan seadanya, Bambu Apus bukanlah nama tempat baru melainkan sudah ada sejak ada pada zaman kolonial Belanda, hanya saja lokasinya yang ditempat yang terpencil dan tidak tercantum pada peta kolonial Belanda maka Bambu apus kurang dikenal. Saking angkernya daerah hutan bambu yang dekat dengan sungai ini dikenal dengan Jin buang anak.
Sebagai daerah pinggiran yang sepi dan menyeramkan kawasan bambu apus terkenal angker dan rawan kejahatan, entah berapa banyak korban yang tewas karena ganasnya begal dan rampok di Bambu Apus.
Bambu Apus lantas di jauhi, pasukan kolonial Belanda bahkan tak berani berlama-lama di daerah tersebut, sampai akhirnya pendatang dari Banten dan Cirebon yang terkenal dengan ilmu kanuraganNya datang untuk berdagang di Batavia, sebagian memutuskan untuk membangun pemukiman di daerah Bambu Apus, untuk memimpin masyarakat di pilihlah seorang kepala desa yang disebut Mandor, keturunan bangsawan Banten bernama Raden Abdul Wahab, lalu di angkat menjadi kepala desa Bambu Apus yang pertama.
Menurut penuturan Bapak Sudirman, silsilah dari Raden Abdul Wahab orangtuanya bernama Raden Abdul Hanan Hidayah Jonggol Jawa Barat, kemudian ditelusuri lagi yang saat itu telah dibantu dari struktur Dinas kebudayaan Banten, ada referensi ternyata Raden Abdul Hanan mempunyai orangtua bernama Syaikh Maulana Malik Saifuddin di Pandeglang Banten, kemudian orangtua dari Syaikh Maulana Malik Saifuddin yaitu Pangeran Muzaki di Citeurep Bogor. Dimana Pangeran Muzaki sebenarnya memiliki 4 (empat) sebutan nama dimana diantaranya yaitu Pangeran Muzaki dan Eyang Sake, arti Eyang Sake ada panggilan Eyang bagi orang tua dan Sake adalah tempat minum yang terbuat dari bambu.
Dibawah kepemimpinan Raden Abdul Wahab yang berilmu tinggi kawasan Bambu Apus dan sepi berangsur-angsur mulai ramai penduduk, untuk mata pencaharian mereka menggarap sawah dan membudi dayakan ikan mas, dan para penjahat yang kerap beraksi di Bambu Apus tak berani lagi menampakan diri, mereka tak mau berurusan dengan para jawara Banten yang dipimpin Mandor Abdul Wahab.
Masyarakat Bambu Apus makin kerasan tinggal didaerah yang dekat dengan sungat itu, apalagi sebagai kepala desa Raden Abdul Wahab sangat peduli dengan warganya, beliau bahkan kerap sekali membantu melunasi pajak yang di tagih oleh pemerintah Belanda.
Al-kisah Raden Abdul Wahab memiliki kebiasaan unik dengan warganya, dia suka mengenakan wangian yang bersumber dari Bunga sedap malam, sesekali dia meminta izin untuk mengambil bunga sedap malam, entah dari mana mendapatkannya ketika kembali Raden Abdul Wahab sudah membawa bunga sedap malam yang harum dan wangi, padahal di kampung Bambu Apus tidak ada yang menanam bunga sedap malam.
Makam leluhur dari masyarakat kampung bambu apus ini berlokasi di Gang Mandor Abdul Wahab Bambu Apus Jakarta Timur, berada tepat dibawah pohon beringin tua usia ratusan tahun yang ditanam atas perintah Raden Abdul Wahab, menurut cerita turun temurun dibawah pohon beringin tersebut Raden Abdul Wahab sering berteduh melakukan tafakur untuk mengasah kepekaan batin, Anehnya akar-akar dari pohon beringin tak ada yang sedikitpun merusak makam Raden Abdul Wahab, padahal makam-makam sekitarnya pernah jebol terkena akar pohon beringin.
Meski makam dari Raden Abdul Wahab tidak terlalu dikenal luas oleh masyarakat kalangan peziarah, akan tetapi banyak peziarah yang berkunjung ke makam ini dengan tujuannya masing-masing, banyak keanehan yang sering terjadi di sekitar makam Raden Abdul Wahab baik melihat seekor Harimau yang mengelilingi areal makam, bahkan ada yang pernah melihat penampakan dari sosok Raden Abdul Wahab, tentunya hal ini membawa pengalaman yang berbeda-beda bagi para peziarah.
0 komentar:
Posting Komentar