Ide proyek MRT Jakarta berawal dari gagasan BJ. Habibie yang ingin menghadirkan kereta bawah tanah, dimana Megaproyek MRT sudah digagas sejak 1986 dan terus direproduksi sebagai kampanye politik hingga digarap pada 2013.
Sebelum Fauzi Bowo membawa janji pembangunan MRT, sebenarnya ide awal transportasi massal ini sudah dicetuskan sejak 1986 oleh Bacharuddin Jusuf Habibie. Menjabat Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Habibie mengatakan tengah mendalami berbagai studi dan penelitian demi menghadirkan transportasi massal berupa proyek MRT.
Ada empat studi yang dimaksud Habibie: Jakarta Urban Transport Program (1986-1987), Integrated Transport System Improvement by Railway and Feeder Service (1988-1989), Transport Network Planning and Regulation (1989-1992), dan Jakarta Mass Transit System Study (1989-1992).
Studi-studi ini kemudian dibawa oleh Sutiyoso saat menjabat gubernur DKI Jakarta. Selama 10 tahun pemerintahan Bang Yos, setidaknya ada dua studi dan penelitian yang dijadikan landasan pembangunan MRT.
Pada 2004, Bang Yos lantas mengeluarkan keputusan gubernur tentang pola transportasi makro untuk mendukung skenario penyediaan transportasi massal, salah satunya angkutan cepat terpadu yang akan digarap pada 2010.
Pada Agustus 2005, sub Komite MRT dibentuk untuk mendirikan perusahaan operator MRT. Pada 18 Oktober 2006, di pengujung jabatannya, dasar persetujuan pinjaman dengan Japan Bank for International Coorporation pun dibuat. Dan PT Mass Rapid Transit Jakarta resmi berdiri ketika Foke menempati Balai Kota Jakarta pada 2008. Tahun itu juga perjanjian pinjaman untuk tahap konstruksi ditandatangani, termasuk pula studi kelayakan pembangunan MRT.
Sejarah
PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT. MRT Jakarta) berdiri pada tanggal 17 Juni 2008, berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas dengan mayoritas saham dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (struktur kepemilikan: Pemprov DKI Jakarta 99.98%, PD Pasar Jaya 0.02%). PT MRT Jakarta memiliki ruang lingkup kegiatan di antaranya untuk pengusahaan dan pembangunan prasarana dan sarana MRT, pengoperasian dan perawatan (operation and maintenance/O&M) prasarana dan sarana MRT, serta pengembangan dan pengelolaan properti/bisnis di stasiun dan kawasan sekitarnya, serta Depo dan kawasan sekitarnya.
Dasar hukum pembentukan PT MRT Jakarta adalah Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta (sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta) dan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta (sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Penyertaan Modal Daerah Pada Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta).
Rencana pembangunan MRT di Jakarta sesungguhnya sudah dirintis sejak tahun 1985. Namun, saat itu proyek MRT belum dinyatakan sebagai proyek nasional. Pada tahun 2005, Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa proyek MRT Jakarta merupakan proyek nasional. Berangkat dari kejelasan tersebut, maka Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai bergerak dan saling berbagi tanggung jawab. Pencarian dana disambut oleh Pemerintah Jepang yang bersedia memberikan pinjaman.
Pada 28 November 2006 penandatanganan persetujuan pembiayaan Proyek MRT Jakarta dilakukan oleh Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) Kyosuke Shinozawa dan Duta Besar Indonesia untuk Jepang Yusuf Anwar. JBIC pun mendesain dan memberikan rekomendasi studi kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Telah disetujui pula kesepakatan antara JBIC dan Pemerintah Indonesia, untuk menunjuk satu badan menjadi satu pintu pengorganisasian penyelesaian proyek MRT ini.
JBIC kemudian melakukan merger dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA bertindak sebagai tim penilai dari JBIC selaku pemberi pinjaman. Dalam jadwal yang dibuat JICA dan MRT Jakarta, desain teknis dan pengadaan lahan dilakukan pada tahun 2008-2009, tender konstruksi dan tender peralatan elektrik serta mekanik pada tahun 2009-2010, sementara pekerjaan konstruksi dimulai pada tahun 2010-2014. Uji coba operasional rencananya dimulai pada tahun 2014. Namun, jadwal tersebut tidak terpenuhi. Desain proyek pun dilakukan mulai tahun 2008-2009, tahap konstruksi dilakukan mulai Oktober 2013, dan dicanangkan selesai pada 2018.
Proyek MRT Jakarta dimulai dengan pembangunan jalur MRT Fase I sepanjang ± 16 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. Untuk meminimalisir dampak pembangunan fisik Fase I, selain menggandeng konsultan manajemen lalu lintas, PT MRT Jakarta juga memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Pengoperasian Fase I akan dimulai pada tahun 2019.
Pembangunan jalur MRT Fase I akan menjadi awal sejarah pengembangan jaringan terpadu dari sistem MRT yang merupakan bagian dari sistem transportasi massal DKI Jakarta pada masa yang akan datang. Pengembangan selanjutnya meneruskan jalur Sudirman menuju Ancol (disebut jalur Utara-Selatan) serta pengembangan jalur Timur-Barat.
Dalam tahap Engineering Service, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap proses prakualifikasi dan pelelangan kontraktor.
Dalam tahap Konstruksi, PT MRT Jakarta sebagai atribusi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menandatangani kontrak dengan kontraktor pelaksana konstruksi, dan konsultan yang membantu proses pelelangan kontraktor, serta konsultan manajemen dan operasional.
Dalam tahap operasi dan pemeliharaan, PT MRT Jakarta bertanggung jawab terhadap pengoperasian dan perawatan, termasuk memastikan agar tercapainya jumlah penumpang yang cukup untuk memberikan pendapatan yang layak bagi perusahaan.
Pelaksanaan pembangunan MRT melibatkan beberapa instansi, baik pada tingkatan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan PT MRT Jakarta sendiri. Oleh karena itu, dokumen anggaran yang diperlukan juga melibatkan lembaga-lembaga tersebut dengan nama program dan kegiatan berbeda namun dengan satu keluaran yang sama, pembangunan MRT Jakarta.
MRT Jakarta Fase I
Pembangunan konstruksi fase 1 proyek kereta Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta dimulai pada 10 Oktober 2013 ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Presiden RI Joko Widodo. Pada koridor 1 ini, telah dibangun jalur kereta sepanjang 16 kilometer yang meliputi 10 kilometer jalur layang dan enam kilometer jalur bawah tanah. Tujuh stasiun layang tersebut adalah Lebak Bulus (lokasi depo), Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja. Depo akan berada di kawasan Stasiun Lebak Bulus. Sedangkan enam stasiun bawah tanah dimulai dari Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran Hotel Indonesia.
Pengerjaan konstruksi dibagi dalam enam paket kontrak yang dikerjakan oleh kontraktor dalam bentuk konsorsium (joint operation), yaitu:
CP101 – CP102 oleh Tokyu – Wijaya Karya Joint Operation (TWJO) untuk area Depot dan Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, dan Cipete Raya.
CP103 oleh Obayashi - Shimizu - Jaya Konstruksi (OSJ) untuk area Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja.
CP104 – CP105 oleh Shimizu - Obayashi – Wijaya Karya – Jaya Konstruksi Joint Venture (SOWJ JV) untuk area transisi, Senayan, Istora, Bendungan Hilir, dan Setiabudi.
CP106 oleh Sumitomo – Mitsui – Hutama Karya Join Operation (SMCC – HK JO) untuk area Dukuh Atas dan Bundaran Hotel Indonesia.
Sedangkan untuk pengerjaan CP107 untuk sistem perkeretaapian (railway system) dan pekerjaan rel (trackwork) oleh Metro One Consortium (MOC) yaitu Mitsui & Co.-Tokyo Engineering Corporation – Kobe Steel, Ltd – Inti Karya Persada Tehnik) dan CP108 untuk rolling stock oleh Sumitomo Corporation.
Selamat Datang MRT Jakarta, Selamat Datang (awal) Perubahan Wajah Ibu Kota!
Ribuan masyarakat yang memenuhi area Bundaran Hotel Indonesia pada Minggu (24-03-2019) lalu seketika bersorak gegap gempita ketika Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menekan tombol sirine sebagai tanda resminya operasi MRT Jakarta. Setelah menunggu lebih dari 30 tahun, akhirnya masyarakat dapat menikmati sistem transportasi perkotaan berbasis rel sepanjang sekitar 15,7 kilometer yang membentang dari selatan Jakarta di Lebak Bulus hingga pusat Jakarta di Bundaran HI dengan 13 stasiun yang terdiri dari tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah.
Dalam laporan singkatnya, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyampaikan rencana awal operasi kereta bawah tanah pertama di Indonesia tersebut. “Kami melaporkan penuntasan pembangunan 13 stasiun MRT Jakarta yang akan beroperasi dengan delapan rangkaian kereta dan dimulai pada pukul 05.30 WIB hingga 22.30 WIB setiap harinya selama Maret dan April 2019.
Setelah itu kita akan lanjutkan dengan 14 rangkaian kereta dan beroperasi mulai pukul 05.00 WIB hingga 24.00 WIB setiap hari,” ucap ia disambut gemuruh tepuk tangan masyarakat yang memadati area Bundaran Hotel Indonesia dan sekitarnya. Gubernur Anies juga menyampaikan bahwa saat ini ada 71 masinis dan 350 petugas operasional yang akan melayani sekitar 130 penumpang setiap hari. “MRT Jakarta juga telah terintegrasi dengan BRT Transjakarta dan tersambung dengan kereta commuterline dan kereta KAI (kereta bandara),” lanjut Gubernur Anies. Ia juga menyebutkan ada sekitar 253.553 pekerja yang membangun MRT Jakarta sejak masa peletakan batu pertamanya (groundbreaking) di 2013 silam.
Terima kasih anda telah mengunjungi blog Cinta Negeri.