INDONESIA sebagai bangsa yang besar dan memiliki keanekaragaman suku dan budaya memiliki jutaan warisan karya kebudayaan yang perlu dijaga dan dilestarikan oleh seluruh anak bangsa, seringnya budaya milik indonesia yang diklaim sebagai budaya asli negara lain, tentu sebagai anak bangsa tidak boleh tinggal diam begitu saja, karena hal tersebut harus dijaga dengan sebaik-baiknya. kali ini saya coba sharing 77 karya budaya ditetapkan sebagai warisan budaya indonesia.
Setelah melalui verifikasi dan penilaian oleh tim ahli, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya menetapkan 77 karya budaya yang telah didaftarkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Nasional Indonesia. Enam diantaranya telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO. Berikut karya budaya yang telah ditetapkan:
1. WAYANG INDONESIA
Wayang telah diakui oleh UNESCO sebagai daftar perwakilan Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia pada tahun 2008. Wayang adalah salah satu seni pertunjukan rakyat yang masih banyak penggemarnya hingga saat ini. Pertunjukan wayang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggerakkan tokoh-tokoh pewayangan yang dipilih sesuai dengan cerita yang dibawakan. Cerita-cerita yang dipilih bersumber pada kitab Mahabarata dan Ramayana yang bernafaskan kebudayaan dan filsafat Hindu, India, namun telah diserap ke dalam kebudayaan Indonesia. Dalam setiap pegelaran, sang dalang dibantu para swarawati atau sindhen dan para penabuh gamelan atau niyaga, sehingga pertunjukan wayang melibatkan banyak orang. Di Indonesia, Wayang telah menyebar hampir keseluruh bagian wilayah Indonesia. Jenis-jenisnya pun beragam yang diantaranya adalah : Wayang kulit Purwa, Wayang Golek Sunda, Wayang Orang, Wayang Betawi, Wayang Bali, Wayang Banjar, Wayang Suluh, Wayang Palembang, Wayang Krucil, Wayang Thengul, Wayang Timplong, Wayang Kancil, Wayang Rumput, Wayang Cepak, Wayang Jemblung, Wayang Sasak (Lombok), dan Wayang Beber.
2. KERIS INDONESIA
Keris adalah benda budaya yang eksotik dan original. Ini merupakan ‘karya seni’ sekaligus "benda budaya" asli Nusantara. Budaya keris terbentang dari Ujung pulau Sumatra di barat, Semenanjung Siam dan Sulu di Utara, Gugusan kepulauan Maluku di Timur dan Kepulauan Nusa Tenggara di Selatan. Keris menjadi identitas pengikat yang mendorong rasa kebangsaan itu tumbuh subur di Nusantara. Pada tahun 2005, Keris Indonesia telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia .
Keris merupakan senjata tikam golongan belati (berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya) dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor (serat-serat lapisan logam cerah) pada helai bilah. Pada masa lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Saat ini, penggunaan keris lebih banyak sebagai ornamen pelengkap dalam berbusana adat. Sebagai produk kebudayaan, keris mengandung sejumlah nilai luhur kebudayaan pembuatnya yang disimbolkan dalam berbagai bagian keris. Selain itu, keris juga marak menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya.
3. BATIK INDONESIA
Pada dasarnya, batik merupakan seni lukis yang menggunakan canting sebagai alat untuk melukisnya. Canting sendiri merupakan sebuah alat berbentuk mangkok kecil yang terbuat dari tembaga dan memiliki carat atau monong, dengan tangkai dari bambu atau kayu yang dapat diisi malam (lilin) sebagai bahan untuk melukis. Canting ini dapat membuat kumpulan garis, titik atau cecek yang pada akhirnya membentuk pola-pola. Pola-pola inilah yang kemudian menjadi ragam hias dalam kesenian Batik.
Membatik telah diwariskan secara turun temurun hingga saat ini. Dengan pola tradisional ini, sejak dahulu masyarakat menuangkan imajinasi melalui gambar pada batik. Masyarakat juga telah mengenal seni pewarnaan tradisional dengan bahan-bahan alami sebelum mengenal pewarnaan dengan bahan kimia. Batik yang tersebar hampir diseluruh Indonesia memiliki bentuk ragam hias yang berbeda-beda diantara satu dan lainnya. Pada tahun 2009, Batik diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia.
4. ANGKLUNG
Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu dan dibunyikan dengan cara digoyangkan. Alat musik ini berasal dari Tanah Sunda. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-angkleungan” yaitu gerakan pemain Angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya. Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap. Setiap angklung akan menghasilkan nada yang berbeda, sehingga setiap penampilan membutuhkan lebih dari satu angklung. Sedikitnya delapan nada dihasilkan oleh angklung. Angklung telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia pada tahun 2010.
5. TARI SAMAN GAYO DARI NAGGROE ACEH DARUSSALAM
Tari Saman adalah salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Gayo di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Timur (Kecamatan Serbejadi), Kabupaten Aceh Tamiang (Tamiang Hulu). Saman merupakan permainan tradisi yang biasa dilakukan oleh laki laki yang umumnya usia muda untuk mengisi waktu luangnya. Baik pada saat di sawah, mersah, sepulang mengaji di rumah pun mereka menyempatkan diri berlatih Saman. Permainan Saman menjadi sebuah seni pertunjukan yang sering dipentaskan sebagai media silaturahmi, menjalin persahabatan, penyampaian pesan-pesan moral, pantun muda-mudi, penggambaran alam dan lingkungan sekitar, dan sebagainya. Tari Saman diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda yang membutuhkan pelindungan mendesak dari Indonesia pada tahun 2011.
6. NOKEN DARI PAPUA
Noken Papua adalah hasil daya cipta, rasa dan karsa yang dimiliki manusia berbudaya dan beradat. Walaupun Noken berbentuk seperti halnya tas yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan berbagai macam benda dan peralatan, namun masyarakat Papua sendiri tidak menyebut noken sebagai tas. Bagi masyarakat Papua, Noken memiliki perbedaan yang sangat signifikan dengan tas yang diproduksi pabrik, baik secara bahan, jenis, model maupun bentuk Noken. Pada tahun 2011 Noken Papua dinobatkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia yang membutuhkan pelindungan mendesak.
7. TENUN IKAT SUMBA - NUSA TENGGARA TIMUR
Kain tenun ikat adalah kain tenun yang pembuatan motifnya menggunakan teknik ikat. Teknik ikat dilakukan dengan bagian-bagian tertentu dari benang, dengan maksud agar bagian-bagian yang terikat itu tidak terwarnai ketika benang dimasukkan kedalam cairan pewarna. Bagian-bagian yang diikat telah diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga setelah ditenun akan membetuk motif-motif yang sesuai dengan yang diinginkan. Pemerintah Indonesia sedang dalam proses mengajukan Tenun Ikat Sumba ke UNESCO untuk ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia.
8. RENCONG DARI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Rencong adalah simbol keberanian dan kegagahan ureueng Aceh. Bagi siapa saja yang memegang senjata akan merasa lebih berani di dalam menghadapi musuh. Pada masa sekarang, senjata ini memang sudah tidak begitu relevan untuk digunakan sebagai senjata penyerang. Namum demikian, senjata ini masih relevan sebagai sebuah simbolisasi dari keberanian, ketangguhan, dan kejantanan dari masyarakat Aceh. Untuk itu, pada beberapa upacara (seperti upacara pernikahan) rencong dipakai. Pemakaian benda ini lebih mengarah kepada simbolisasi dari keberanian dari seorang lelaki dalam memimpin keluarga setelah menikah.
9. TARI TOR-TOR, DARI SUMATERA UTARA
Tari Tor tor merupakan tarian yang berasal dari Sumatera Utara. Tor-Tor pada awalnya bukanlah suatu tarian, tetapi sebagai pelengkap gondang (uning-uningan) yang berdasarkan kepada falsafah adat itu sendiri. Di dalam upacara-upacara adat di Mandailing dimana uning-uningan dibunyikan (margondang), selalu dilengkapi dengan acara manortor. Pada awalnya manortor hanya diadakan pada acara-acara adat margondang, namun dalam perkembangan selanjutnya manortor ini juga sudah dilakukan pada acara-acara hiburan dengan cara memodifikasi tor-tor sedemikian rupa agar lebih menarik bagi penonton yang dalam perkembangannya mengarah menjadi tarian.
10. GORDANG SAMBILAN, DARI SUMATERA UTARA
Sesuai dengan namanya Gordang Sambilan terdiri dari sembilan buah gendang dengan ukuran yang relatif besar dan panjang. Adapun kesembilan gendang tersebut mempunyai ukuran yang berurutan dari yang besar ke ukuran yang paling kecil. Gordang Sambilan dikenal pada masa sebelum Islam yang mempunyai fungsi untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diperlukan pertolongannya. Upacara tersebut dinamakan paturuan Sibaso yang berarti memanggil roh untuk merasuki/menyurupi medium Sibaso). Tujuan pemanggilan ini adalah untuk minta pertolongan roh nenek moyang untuk mengatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat. Misalnya penyakit yang sedang mewabah karena adanya suatu penularan penyakit yang menyerang suatu wilayah. Di samping itu Gordang Sambilan juga digunakan untuk upacara meminta hujan (mangido udan) agar hujan turun sehingga dapat mengatasi kekeringan yang menganggu aktivitas pertanian. Juga bertujuan untuk menghentikan hujan yang telah berlangsung secara terus menerus yang sudah menimbulkan kerusakan .
11. RUMAH ADAT KARO DARI SUMATERA UTARA
Rumah adat Karo terkenal dengan nama rumah si waluh jabu artinya “rumah yang didiami delapan keluarga”. Di dalam rumah tersebut diatur menurut ketentuan adat. Adapun delapan keluarga ini memiliki posisi yang berbeda-beda dalam menempati rumah adat. Rumah adat Karo didirikan berdasarkan arah kenjehe (hilir) dan kenjulu (hulu) sesuai aliran sungai pada suatu kampung. 5. Randang dari Sumatera Barat Rendang dalam bahasa Minangkabau disebut dengan randang adalah salah satu makanan tradisional khas Minangkabau yang sangat terkenal ke seantaro penjuru nusantara. Randang tersebut memiliki beberapa warna, yakni merah kecoklatan, coklat, sampai coklat kehitaman. Pengertian randang yang diambil dari kata marandang, yakni suatu proses pengolahan lauk berbahan dasar santan yang dimasak sampai kandungan airnya berkurang, bahkan sampai kering sehingga apabila disebut randang itu artinya olahan masakan yang kering tanpa mengandung air.
12. Sistem Matrilineal dari Sumatera Barat
Sistem Matrilineal merupakan sebuah sistem yang dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau sampai sekarang ini. Di Minangkabau terkenal dengan garis keturunan matrilineal. Biasanya wanita-wanitanya yang memiliki rumah dan sawah. Rumah tangga-rumah tangga dikelompokkan menjadi clan yang didasarkan pada garis keturunan wanita. Setiap anak wanita mendapat warisan dari ibunya dengan memperoleh bagian yang sama besarnya dari sawah milik ibunya. 7. Rumah Gadang dari Sumatera Barat.
13. RUMAH GADANG DARI SUMATERA BARAT
Rumah Gadang adalah rumah adat Minangkabau yang dibangun di atas tiang-tiang tinggi dan bersendikan batu. Secara bahasa, Rumah Gadang berarti Rumah Besar. Rumah ini memang ada yang besar, dengan jumah kamar sampai sembilan, sebelas bahkan lebih, sesuai kemampuan ekonomi kaum yang membangun dan jumlah perempuan yang menghuninya. Makna “gadang” atau “besar” Rumah Gadang lebih mengacu ke fungsinya.
14. AKSARA KA-GA-NGA DARI BENGKULU
Aksara Kaganga merupakan sebuah nama kumpulan beberapa aksara yang
berkerabat di Sumatra sebelah selatan. Aksara-aksara yang termasuk
kelompok ini adalah antara lain aksara Rejang, Lampung, Rencong, dan
lain-lain.
Nama kaganga ini merujuk pada tiga aksara pertama yang mengingatkan kita kepada urutan aksara di India.
Istilah kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926-1975), antropolog di University of Hull (Inggris) dalam buku Folk literature of South Sumatra. Redjang Ka-Ga-Nga texts. Canberra, The Australian National University 1964. Istilah asli yang digunakan oleh masyarakat di Sumatra sebelah selatan adalah Surat Ulu.
Aksara Batak atau Surat Batak juga berkerabat dengan kelompok Surat Ulu akan tetapi urutannya berbeda. Diperkirakan zaman dahulu di seluruh pulau Sumatra dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara Kaganga (Surat Ulu) ini. Tetapi di Aceh dan di daerah Sumatera Tengah (Minangkabau dan Riau), yang dipergunakan sejak lama adalah huruf Jawi. Perbedaan utama antara aksara Surat Ulu dengan aksara Jawa ialah bahwa aksara Surat Ulu tidak memiliki pasangan sehingga jauh lebih sederhana daripada aksara Jawa, dan sangat mudah untuk dipelajari .
Aksara Surat Ulu diperkirakan berkembang dari aksara Pallawa dan aksara Kawi yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Di Bengkulu sendiria, aksara asli dari provinsi ini pun dikenal dengan KA-GA-NGA. Aksara Ka-Ga-Nga merupakan turunan dari aksara Palawa dan berbentuk garis siku-siku serta sangat kaku.Pada zaman dahulu, aksara Ka-Ga-Nga ini ditulis pada media bambu, bilah bambu, batu, kulit kayu, rotan, bilah rotan, serta tanduk. Masyarakat menggunakannya untuk menuliskan doa-doa, mantera, teknik bercocok tanam, pengumuman, cerita rakyat, sejarah, informasi, yang dikirimkan secara pribadi atau masyarakat luas.
Di Museum Negeri Bengkulu sendiri banyak ditemukan potongan naskah penggunaan aksara Ka-Ga-Nga pada masyarakat zaman dahulu, yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Provinsi Bengkulu. Saat ini budaya tulisan Ka-Ga-Nga kembali dimunculkan ke masyarakat salah satunya adalah dengan menambahkan symbol – simbol tulisan dan huruf tersebut pada motif batik atau yang lainnya. Selain itu anak sekolah kini juga mulai diperkenalkan dengan aksara Ka-Ga-Nga pada mata pelajaran Muatan Lokal.
Dalam perspektif sejarah, secara umum kita mengenal aksara daerah di Indonesia pada dasarnya berasal dari India, termasuk diantaranya aksara Ka Ga Nga. Penyebaran aksara Ka Ga Nga banyak terdapat di daerah Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung.
Nama kaganga ini merujuk pada tiga aksara pertama yang mengingatkan kita kepada urutan aksara di India.
Istilah kaganga diciptakan oleh Mervyn A. Jaspan (1926-1975), antropolog di University of Hull (Inggris) dalam buku Folk literature of South Sumatra. Redjang Ka-Ga-Nga texts. Canberra, The Australian National University 1964. Istilah asli yang digunakan oleh masyarakat di Sumatra sebelah selatan adalah Surat Ulu.
Aksara Batak atau Surat Batak juga berkerabat dengan kelompok Surat Ulu akan tetapi urutannya berbeda. Diperkirakan zaman dahulu di seluruh pulau Sumatra dari Aceh di ujung utara sampai Lampung di ujung selatan, menggunakan aksara yang berkerabat dengan kelompok aksara Kaganga (Surat Ulu) ini. Tetapi di Aceh dan di daerah Sumatera Tengah (Minangkabau dan Riau), yang dipergunakan sejak lama adalah huruf Jawi. Perbedaan utama antara aksara Surat Ulu dengan aksara Jawa ialah bahwa aksara Surat Ulu tidak memiliki pasangan sehingga jauh lebih sederhana daripada aksara Jawa, dan sangat mudah untuk dipelajari .
Aksara Surat Ulu diperkirakan berkembang dari aksara Pallawa dan aksara Kawi yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan. Di Bengkulu sendiria, aksara asli dari provinsi ini pun dikenal dengan KA-GA-NGA. Aksara Ka-Ga-Nga merupakan turunan dari aksara Palawa dan berbentuk garis siku-siku serta sangat kaku.Pada zaman dahulu, aksara Ka-Ga-Nga ini ditulis pada media bambu, bilah bambu, batu, kulit kayu, rotan, bilah rotan, serta tanduk. Masyarakat menggunakannya untuk menuliskan doa-doa, mantera, teknik bercocok tanam, pengumuman, cerita rakyat, sejarah, informasi, yang dikirimkan secara pribadi atau masyarakat luas.
Di Museum Negeri Bengkulu sendiri banyak ditemukan potongan naskah penggunaan aksara Ka-Ga-Nga pada masyarakat zaman dahulu, yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Provinsi Bengkulu. Saat ini budaya tulisan Ka-Ga-Nga kembali dimunculkan ke masyarakat salah satunya adalah dengan menambahkan symbol – simbol tulisan dan huruf tersebut pada motif batik atau yang lainnya. Selain itu anak sekolah kini juga mulai diperkenalkan dengan aksara Ka-Ga-Nga pada mata pelajaran Muatan Lokal.
Dalam perspektif sejarah, secara umum kita mengenal aksara daerah di Indonesia pada dasarnya berasal dari India, termasuk diantaranya aksara Ka Ga Nga. Penyebaran aksara Ka Ga Nga banyak terdapat di daerah Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung.
15. DUL-MULUK DARI SUMATERA SELATAN
Dulmuluk berawal dari kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang selesai ditulis pada 2 juli 1845, yang berjudul Syair Abdul Muluk. Teater Dulmuluk adalah teater tradisional Sumatera Selatan yang lahir di Kota palembang. Awal mula terbentuknya teater ini adalah berupa pembacaan syair oleh Wan Bakar yang membacakan tentang syair Abdul Muluk disekitar rumahnya di Tangga Takat 16 Ulu pada tahun 1854. Agar lebih menarik pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa orang ditambah iringan musik gambus dan terbangan.
16. SONGKET PALEMBANG DARI SUMATERA SELATAN
Songket Palembang sudah ada sejak zaman Kesultanan Palembang. Songket telah ada di Palembang sejak ratusan tahun silam dan diyakini sejak zaman Sriwijaya. Pada waktu itu kerajinan songket merupakan suatu usaha sambilan bagi penduduk asli Palembang. Songket telah ada bersamaan munculnya Kesultanan Palembang Darussalam (1659-1823). Berdasarkan catatan sejarah yang berhak dan pantas memakai songket pada waktu itu adalah raja atau sultan dan kerabat keraton. Songket yang dipakai oleh para sultan di Palembang merupakan pelengkap pakaian kebesaran.
17. TARI MAKYONG DARI KEPULAUAN RIAU
Di daerah Kepulauan Riau, tradisi lisan Mak Yong telah dipertunjukkan sejak beberapa abad yang lalu dan menyebar sampai ke Bangka, Johor, Malaka, dan Pulau Pinang. Di Kepulauan Riau, Tradisi lisan ini berkembang pesat pada masa pemerintahan Kesultanan Riau (1722-1911). Seni pertunjukan teater Makyong dimainkan dengan tarian, nyanyian, dan lawakan yang terjalin dalam suatu alur cerita. Pemainnya 20 orang, yang pria bertopeng sedangkan yang wanita mengenakan kostum gemerlap.
18. KRINOK DARI JAMBI
Krinok merupakan salah satu seni vokal tradisi yang dimiliki masyarakat Melayu di Kecamatan Rantau Pandan Kabupaten Muara Bungo. Seniman krinok mengatakan krinok adalah kesenian tertua yang telah ada sejak masa pra sejarah dan masih dapat dijumpai hingga saat ini. Ja’far Rassuh menduga cikal bakal krinok sebagai sebuah seni suara telah ada jauh sebelum masuknya agama Budha ke wilayah Jambi. Pada masa itu seni vokal digunakan untuk pembacaan mantra atau do’a tertentu, inilah yang kemudian berkembang menjadi kesenian krinok.
19. DAMBUS DARI BANGKA BELITUNG
Bangka Belitung sebagai salah satu daerah rumpun melayu di Indonesia
memiliki kesenian dan kebudayaan yang masih kental dengan adat melayu
dan terikat dengan unsur keagamaannya. Kesenian Dambus adalah salah satu
contoh kesenian khas Bangka Belitung yang masih popular hingga saat
ini.
Dinamakan seni dambus karena kesenian ini terdiri dari alat musik, lagu
dambus itu sendiri serta tariannya. Alat musik dambus merupakan alat
musik tradisional khas Bangka Belitung yang memiliki bentuk mirip dengan
gitar. Alat musik ini terdiri dari kepala yang berbentuk kepala rusa,
senar dan juga badan dambusnya. Sesungguhnya alat musik dambus sudah ada
sejak zaman dahulu kala dalam adat melayu, namun seiring berjalannya
waktu, Bangka Belitung memiliki ciri khas tersendiri untuk alat musik
dambusnya. Lantunan nada yang dihasilkan dari petikan senarnya begitu
pas dengan irama musik melayu.
Dambus merupakan musik yang telah berusia ratusan tahun dan masih bertahan di Bangka Belitung. Gambus berkembang sejak abad ke-19 bersama dengan kedatangan para imigran Arab dari Hadramaut, Yaman Selatan ke Nusantara. Dengan menggunakan syair-syair kasidah, gambus mengajak masyarakat mendekatkan diri pada Allah dan mengikuti teladan Rasul-Nya. Oleh karenanya, gambus digunakan para imigran menjadi sarana dakwah di nusantara. Langkah ini kemudian diteruskan oleh para ulama untuk berdakwah Islam.
20. TENUN SIAK RIAU
Semasa dahulu pekerjaan menenun hanya
dikenal di lingkungan istana saja sebagai pekerjaan sambilan. Namun
sesuai dengan perkembangan zaman, pekerjaan menenun merembes keluar
tembok istana.
Kerajinan tangan yang sangat terkenal
dari Siak sejak dahulu adalah kerajinan industri rumah yaitu kerajinan
tenun, yang dinamakan kain Tenun Siak. Semasa dahulu pekerjaan menenun
hanya dikenal dilingkungan Istana saja sebagai pekerjaan sambilan. Namun
sesuai dengan perkembangan zaman, pekerjaan menenun merembes keluar
tembok Istana.
21. GAZAL DARI KEPULAUAN RIAU
Ghazal adalah semacam musik orkestra tradisi Melayu yang berkembang di Kepulauan Riau. Asal Ghazalini dapat ditelusuri dari irama padang pasir atau Timur Tengah yang menyebar ke Johor Malaysia dan kemudian terus menyebar dan berkembang di Kepulauan Riau yaitu; Penyengat, Tanjung Balai Karimun, Tanjung Batu, dan Batam.
Kesenian musik ghazal ini mulai dikenal dan dikembangkan sejak zaman Kerajaan Melayu dan pada wakt itu tampil musik ghazal ini untuk mengisi acara-acara Permbesar Kerajaan. Pendiri pertama musik ghazal ini adalah Bapak Haji Kenal Muse atau yang lebih dikenal dengan nama Pak Lomak yang berasal dari Johor Baru.
22. Gurindam Dua Belas dari Kepulauan Riau
Kumpulan Gurindam Duabelas dikarang oleh Raja Ali Haji dari Riau. Dinamakan Gurindam Dua Belas oleh karena berisi 12 pasal, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat.
23. Tabot dari Bengkulu dan Tabuik dari Sumatera Barat
Berasal dari kata "tabut", dari bahasa Arab yang berarti mengarak. Upacara Tabot / Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di Bengkulu dan di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asyura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad, Husein.
24. Muang Jong atau Buang Jong dari Bangka Belitung
Buang Jong merupakan salah satu upacara tradisional yang secara turun-temurun dilakukan oleh masyarakat suku Sawang di Pulau Belitung. Suku Sawang adalah suku pelaut yang dulunya, selama ratusan tahun, menetap di lautan. Muang Jong sendiri memiliki arti melepaskan perahu kecil ke laut. Perahu kecil tersebut berbentuk kerangka yang didalamnya berisikan sesajian. “Ancak” yaitu rumah-rumahan juga berbentuk kerangka yang melambangkan tempat tinggal. Tradisi budaya ini secara turun-temurun dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Suku Sawang di Kabupaten Belitung menjelang musim Tenggara, sekitar bulan Agustus atau September. Dimana angin dan ombak laut pada bulan tersebut sangat ganas dan mengerikan. Ritual Muang Jong dengan bertujuan memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang akan menimpa, terutama di laut.
25. Kain Tapis dari Bandar Lampung
Awal mula kain tapis dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, misalnya saja adanya motif kapal, kapal digambarkan sebagai wahana atau kendaraan roh dalam perjalanan menuju alam setelah meninggal (alam baka). Serta dikaitkan dengan bentuk pemujaan terhadap tokoh leluhur atau nenek moyang. Selanjutnya penggunaan kain tapis dalam perkembangannya dimanfaatkan pada acara-acara adat sepanjang lingkaran hidup yang terkait dengan ritual keagamaan. Ritual tersebut adalah sarana untuk menghubungkan manusia dengan alam roh. Penggunaan kain tapis sangat erat kaitannya dengan penggunaan secara praktis dan fungsi simbolis yang kemudian diberi makna ritual. Muatan simbol pada kain tapis adalah sebagai penghubung dari berbagai makna pelaksanaan upacara adat di sepanjang lingkaran hidup manusia.
26. Ondel Ondel dari DKI Jakarta
Ondel-ondel adalah pertunjukan rakyat yang sudah berabad-abad terdapat di Jakarta dan sekitarnya, yang dewasa ini menjadi wilayah Betawi. Ondel-ondel tergolong salah satu bentuk teater tanpa tutur, karena pada mulanya dijadikan personifikasi leluhur atau nenek moyang, pelindung keselamatan kampung dan seisinya. Dengan demikian dapat dianggap sebagai pembawa lakon atau cerita, sebagaimana halnya dengan “bekakak” dalam upacara “potong bekakak” digunung gamping disebelah selatan kota Yogyakarta, yang diselenggarakan pada bulan sapar setiap tahun.
27. Topeng dan Lenong dari DKI Jakarta
Lenong adalah seni teater rakyat atau pertunjukan rakyat dari Betawi. Lenong biasa dilengkapi dengan dekor yang disesuaikan dengan babak cerita. Pertunjukan dimulai dengan musik gambang kromong dengan lagu-lagu khas betawi seperti jali-jali, Persi, Stambul, Cente Manis, Balok, dan lain sebagainya. Cerita lakon biasanya berkisar tentang kerajaan. Seni lenong biasa disebut juga dengan Lenong Denes dan Lenong Preman. Lenong Denes biasanya menyajian cerita kerajaan (bangsawan) yang bajunya mewah, perabot mewah. Sedangkan lenong preman berkisar kehidupan sehari-hari yang mengisahkan jagoan, tuan tanah, drama rumah tanggal, dan sebagaianya.
28. Pantun Betawi dari DKI Jakarta
Cerita Pantun adalah cerita legenda yang mengandung unsur kesejarahan yang kebanyakan berisi berbagai rangkaian peristiwa atau petualangan para bangsawan dalam perebutan kekayaan dan wanita yang pada akhirnya, bila mereka menghadapi kesulitan yang luar biasa, selalu diselesaikan dengan pertolongan daya supernatural.
Penyelenggaraan pertunjukan biasanya semalam suntuk dari puku 21.00 sampai pukul 05.00 dini hari kecuali untuk khitanan, yang biasa diadakan pada pagi hari. Sekitar tengah malam ada adegan-adegan humor. Pada acara ruatan ada dua buah cerita yang disajikan yaitu antara pukul 21.00 sampai 03.00 berupa cerita hiburan, dan sisanya cerita Batara Kala. Adapun tempat pertunjukan biasanya d dalam rumah.
29. Ronggeng Gunung dari Jawa Barat
Ronggeng gunung adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang terdapat di Kabupaten Ciamis tepatnya berasal dari Kecamatan Banjarsari. Dari namanya, ronggeng gunung menunjukkan kesenian dengan peran utamanya ronggeng atau penari perempuan. Kesenian tersebut muncul dan berkembang di wilayah pegunungan. Sebagai tarian rakyat, ronggeng gunung memilki daya tarik tersendiri bagi penontonnya. Meskipun kini berkembang sebagai kegiatan hiburan, keberadaannya masih pada posisi statis di antara perkembangan kesenian lain. Padahal, ronggeng gunung merupakan salah satu identitas budaya masyarakat Ciamis.
30. Sisingaan dari Jawa Barat
Lahirnya kesenian Sisingaan terkait erat dengan situasi sosial politik pada masa kolonial, yaitu ketika wilayah Subang dijajah dan diduduki oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan selanjutnya ketika wilayah Subang menjadi daerah perkebunan yang dikuasai secara bergantian oleh para penguasa tuan tanah berbangsa Belanda dan Inggris. Kesenian sisingaan ini dipersepsikan oleh banyak kalangan sebagai suatu bentuk kesenian yang mengekspresikan perlawanan dan pemberontakan, serta rasa ketidakpuasan terhadap penguasa (tuan tanah dan pemerintah Hindia Belanda).
31. Senjata Kujang dari Jawa Barat dan Banten
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
32. Kesenian Debus dari Banten
Kesenian Debus di Banten pada awalnya berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam. Namun, pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten untuk melawan Belanda. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini hanya berfungsi sebagai sarana hiburan semata. Kesenian yang disebut sebagai debus ini ada hubungannya dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nurrudin Ar-Raniry ke Aceh pada abad ke-16. Para pengikut tarikat ini ketika sedang dalam kondisi epiphany (kegembiraan yang tak terhingga karena “bertatap muka” dengan Tuhan), kerap menghantamkan berbagai benda tajam ke tubuh mereka. Filosofi yang mereka gunakan adalah “lau haula walla Quwata ilabillahil ‘aliyyil adhim” atau tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Jadi, kalau Allah mengizinkan, maka pisau, golok, parang atau peluru sekalipun tidak akan melukai mereka.
33. Calung dari Banyumas
Pada masa awal penyebaran Islam, seni calung sering dipadu dengan lengger (le = thole = sebutan untuk anak laki-laki, dan ngger = angger = sebutan untuk anak perempuan). Seni calung digunakan sebagai alat untuk memanggil atau mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengetahuan baru yaitu tentang ajaran Islam. Seni calung berkembang di wilayah Banyumas. Wilayah Banyumas adalah wilayah budaya kulonan yang memiliki karakteristik cenderung apa adanya (blaka suta), lugu dan aksen ngapak. Ciri khas ini tercermin pada syair-syair lagu yang dipadu dengan irama musik calung serta senggakan-senggakan yang terkesan vulgar.
34. Gerabah Kasongan dari Yogyakarta
Gerabah Kasongan merupakan kerajinan asli dari Yogyakarta. Hasil kerajinan gerabah Kasongan pada umumnya adalah alat-alat keperluan dapur, guci, pot /vas, patung loro blonyo, air mancur, wuwung, dan produk-produk keramik lainnya. Khusus untuk guci, dapat ditemukan banyak bentuk & varian guci di Kasongan. Guci merupakan salah satu jenis keramik yang kerap diburu para wisatawan. Selain karena ukurannya yang beragam, mulai dari setinggi dua jengkal tangan hingga seukuran bahu orang dewasa, guci di Kasongan juga memiliki banyak varian finishing. Dilihat dari perkembangannya, finishing guci yang banyak ditemui di Kasongan adalah finishing alami, yang hanya menggunakan cat sebagai media ‘sentuhan akhir’ dari guci tersebut.
35. Reog dari Ponorogo, Jawa Timur
Sejarah lahirnya kesenian ini pada saat Raja Brawijaya ke-5 bertahta di Kerajaan Majapahit. Untuk menyindir sang raja yang amat dipengaruhi oleh permaisurinya ini, dibuatlah barongan yang ditunggangi burung merak oleh Ki Ageng Tutu Suryo. Lebih lanjut cerita rakyat yang bersumber dari Babad Jawa menyatakan pada jaman kekuasaan Betoro Katong, penambing yang bernama Ki Ageng Mirah menilai kesenian barongan perlu dilestarikan.
Ki Ageng Mirah lalu membuat cerita legendaris tentang terciptanya Kerajaan Bantar Angin dengan rajanya Kelono Suwandono. Kesenian Reyog ini pertama bernama Singa Barong atau Singa Besar mulai ada pada sekitar tahun saka 900 dan berhubungan dengan kehidupan pengikut agama Hindu Siwa. Masuknya Raden Patah untuk mengembangkan agama Islam disekitar Gunung Wilis termasuk Ponorogo, berpengaruh pada kesenian Reyog ini. Yang lalu beradaptasi dengan adanya Kelono Suwandono dan senjata Pecut Samagini.
36. Karapan Sapi dari Madura, Jawa Timur
Karapan sapi merupakan salah satu jenis kesenian/olahraga/permainan tradisional yang selalu dilakukan oleh masyarakat P. Madura, Jawa Timur. Kerapan atau karapan sapi adalah satu istilah dalam bahasa Madura yang digunakan untuk menamakan suatu perlombaan pacuan sapi. Ada dua versi mengenai asal usul nama kerapan. Versi pertama mengatakan bahwa istilah “kerapan” berasal dari kata “kerap” atau “kirap” yang artinya “berangkat dan dilepas secara bersama-sama atau berbondong-bondong”. Sedangkan, versi yang lain menyebutkan bahwa kata “kerapan” berasal dari bahasa Arab “kirabah” yang berarti “persahabatan”.
37. Sapi Sonok dari Madura, Jawa Timur
Kontes Sapi Sonok merupakan seni pertunjukan masyarakat Madura dalam rangka menghargai dan menghormati hewan sapi. Kegiatan ini selalu digelar setiap tahun secara bergiliran di 4 kota kabupaten Madura (Bangkalan, Sampang, Dan Sumenep). Kontes sapi Sonok dilaksanakan bersamaan dengan Karapan Sapi. Dalam kontes ini, sepasang Sapi Sonok dinilai berdasarkan kriteria tertentu yang meliputi kecantikan, keserasian, serta kesehatannya.
38. Tari Gandrung dari Banyuwangi, Jawa Timur
Tari Gandrung berasal dari kata “gandrung”, yang berarti ‘tergila-gila’ atau ‘cinta habis-habisan’ dalam bahasa Jawa. Kesenian ini masih satu genre dengan seperti ketuk tilu di Jawa Barat, tayub di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, lengger di wilayah Banyumas dan joged bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan).
39. Tari Kentrung dari Jawa Timur
Seni kentrung yang berkembang abad 16 adalah salah satu bentuk kesenian yang amat kental dengan dua dimensi yaitu dimensi estetik dan istetis yang menjadi unsur utama dalam konstrusi utama kesenian itu sendiri. Alat musik ini terdiri dari kendang rebana, kentrung dan jidur. Sebuah grup terdiri dari 3-7 penabuh dan 1 dalang pembaca patokan Jawa yang berkaitan dengan lakon yang dipentaskan.
40. Makepung dari Bali
Makepung adalah atraksi balapan kerbau berasal dari Kabupaten Jembrana, Bali. Kata Makepung berasal dari kata makepung-kepungan (bahasa Bali) artinya berkejar-kejaran, inspirasinya muncul dari kegiatan tahapan proses pengolahan tanah sawah yaitu tahap melumatkan tanah menjadi lumpur dengan memakai lampit. Lampit ditarik oleh dua ekor kerbau dan sebagai alat penghias kerbau, maka pada leher kerbau tersebut dikalungi gerondongan (gongseng besar) sehingga apabila kerbau tersebut berjalan menarik lampit maka akan kedengaran bunyi seperti alunan musik.
41. Kain Bidai dari Kalimantan
Bidai, bide, atau kasah bide merupakan hasil seni kriya tradisional masyarakat Bidayuh yang berbentuk lembaran anyaman, dan terbuat dari kulit kayu dan rotan. Pada masa lalu bidai atau kassah bide banyak digunakan untuk menjemur hasil panen berupa padi-padian atau palawija, dan juga digunakan untuk perlengkapan rumah. Baik untuk alas tidur atau fungsi lainnya yang sejenis. Karena bahan bakunya yang terbuat dari rotan kecil yang dan kulit kayu, bidai atau kassah bide’ ini memiliki bentuk anyaman yang khas alam serta kuat atau tahan lama. Sekalipun itu pernah atau sering terendam air dan terkena panas matahari langsung.
42. Kain Songket Sambas dari Kalimantan Barat
Songket Sambas adalaha salah satu seni kerajinan tekstil tenun khas Kalimantan Barat. Motif-motif yang dipakai pada saat ini tidak diketahui siapa yang menciptakannya dan itu motif-motif itu terus berkembang sesuai dengan kemampuan dari perajin tersebut. Motif yang tergambar dalam tenunan ini biasanya berkaitan dengan alam dan lingkungan hidup. Adapun motif yang banyak dipakai antara lain; pucuk rebung, tabur awan berarak, serong bunga mawar terputus, tabur melati setangkai dan masih banyak yang lainnya.
43. Rumah Panjang Dayak (Lamin, Betang, dan Radaakng, Uma Dadoq) dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
Rumah tradisional masyarakat Dayak. Lamin merupakan bangunan yang berdiri di atas tiang-tiang penyangga berupa kayu bulat atau balok. Konstruksi tiang penyangga ini membentuk kolong dan merupakan penyangga atau pendukung lantai dan atap. Bentuk dasar bangunan empat persegi panjang, bentuk dasar atap berupa prisma dengan konstruksi atap pelana. Bagian depan lamin dapat di tambah dengan serambi yang memanjang mengikuti bentuk bangunan.
44. Karungut dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan
Puisi tradisional suku Dayak Ngaju. Karungut berasal dari kata karunya yang diambil dari bahasa Sangiang dan bahasa Sangen/Ngaju Kuno. ‘Karunya’ berarti tembang. Puisi tradisional atau puisi rakyat yang dikenal di Kalimantan Tengah ini diwariskan oleh nenek moyang mereka dalam bentuk lagu dan syair yang disusun sendiri oleh penciptanya, sepanjang tidak menyimpang dari kaidah yang telah dianggap baku. Di awal perkembangannya, bahasa yang digunakan dalam karungut adalah bahasa Sangen (Ngaju Kuno), tapi kini sangat jarang dipergunakan lagi. Dahulu salah satu fungsi karungut adalah sebagai media pengajaran. Karena seorang balian (guru atau dukun) menyampaikan pengajaran kepada para muridnya dengan mengarungut. Sementara para muridnya menjawab atau melaksanakan perintah dari gurunya dengan mengarungut pula.
45. Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan
Kain sasirangan merupakan kain batik yang terdapat di kalimantan selatan. Proses pembuatannya sudah dilakukan secara modern. Bahan yang digunakan untuk membuat kain sasirangan pada awalnya berasal dari serat kapas atau katun. Dalam perkembangannya, bahan baku ini berkembang bukan saja dari kapas, melainkan juga dari bahan non kapas. Tetapi yang jelas bahan bakunya berasal dari bahan baku berupa kain. Adapun jenis-jenis kain yang dijadikan bahan baku tersebut pada dasarnya hanya terdiri dari tiga jenis saja yaitu kain sutera, kain saten atau sating dan kain katun. Pengertian kain Sasirangan itu sendiri secara umum adalah sejenis kain yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur, kemudian diikat dengan benang atau tali raffia dan selanjutnya dicelup.
46. Ulap Doyo dari Kalimantan Timur
Seni kerajinan tekstil masyarakat Dayak Benuaq. Bahan utama untuk menenun adalah benang doyo, yang berasal dari serat daun ulap doyo (Curcoligo latifolia lend.) yang berbentuk lebar. Jenis tumbuhan ini banyak tumbuh di dataran yang berpasir, di antara semak dan ilalang, dan tumbuh dekat rawa. Secara almiah tumbuhan sejenis pandan ini berkembang dengan subur di daerah Tanjung Isuy. Dahulu bahan ini dipergunakan mengingat benang dari kapas masih susah ditemukan. Konon, pohon Doyo ini hanya boleh ditanam oleh perempuan, serta tabu atau pantang dikerjakan oleh lelaki. Dengan teknik tertentu daun ini dipintal hingga berbentuk benang yang kuat untuk ditenun.
47. Belian Bawo dari Kalimantan Timur
Belian bawo adalah Tradisi ritual pengobatan alternatif orang sakit. Upacara belian bawo berkaitan dengan alam kepercayaan Suku Dayak Benuaq, yang didasari keyakinan religiusitasnya. Oleh karena itu upacara belian bawo sarat dengan fungsi spiritual (religius). Kepercayaan ini yang merupakan motor penggerak seluruh sendi kehidupan masyarakat Suku Dayak Benuaq yang di antaranya terwujud dalam penghormatan arwah nenek moyang, kepercayaan akan adanya kekuatan-kekuatan gaib, dan makhluk-makhluk halus. Perasaan ini mendorong mereka untuk selalu berusaha menyenangkan hati roh leluhur dan makhluk halus yang melingkupi kehidupan mereka, karena hal-hal itu diyakini sebagai sumber malapetaka dan pertolongan.
48. Hudoq dari Kalimantan Timur
Hudoq adalah tarian tradisional suku Dayak Modang yang terdapat di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Tari Hudoq merupakan tarian sakral yang erat kaitannya dengan prosesi ritual atau upacara adat. Saat menari, para penari Hudoq menggunakan topeng menyerupai binatang buas dan terbuat dari kayu. Tubuh mereka ditutupi dengan daun pisang, daun kelapa, atau daun pinang. Masing-masing penari itu memerankan karakter tokoh-tokoh hudoq (gambaran dewa yang memiliki kekuatan gaib). Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Kalimantan Timur.
49. Tari Maengket dari Sulawesi Utara
Tari tradisional masyarakat Minahasa. Tarian ini dilakukan oleh sekelompok orang yang menyanyi sambil menari bahkan saling berpegangan tangan dan di pimpin oleh seseorang (Kapel) yang akan mengangkat suara/lagu pertama (Tumutuur) serta tambur sebagai alat pengiringnya. Kegiatan dimaksud berkaitan upacara dengan tujuan menerangi,membuka jalan dan mempersatukan masyarakat pendukungnya. Hal ini dilakukan dalam situasi kegiatan panen padi (Maowey/Makamberu),selamatan rumah baru (Marambak) dan pergaulan muda mudi (Lalaya’an). Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Utara.
50. Mane’e dari Sulawesi Utara
Mane’e merupakan kegiatan menangkap ikan dengan janur (Samih) yang dilakukan oleh masyarakat Kakorotan. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada kabupaten Kep. Talaud (Perbatasan Filipina) provinsi Sulawesi Utara. Mane’e atau penangkapan ikan bersama bagi masyarakat kepulauan Talaud telah berlangsung sejak lama. Menurut penuturan masyarakat, dimulai sekitar abad ke-16. Kebiasaan ini dilakukan pada setiap tahun biasanya jatuh pada bulan Mei atau Juni dan telah berlangsung sejak dahulu sampai saat ini, sehingga pemerintah kabupaten berupaya mengangkat tradisi ini menjadi salah satu objek wisata. Lokasi “Mane’e” yang dipilih dan ditetapkan oleh pemerintah daerah terdapat di desa Kakorotan.
51. Musik Kolintang dari Sulawesi Utara
Kolintang adalah alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang mempunyai bahan dasar kayu, jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah, seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-garis sejajar). Kata Kolintang berasal dari bunyi: Tong (nada rendah), Ting (nada tinggi) dan Tang (nada tengah). Dahulu dalam bahasa daerah Minahasa untuk mengajak orang bermain Kolintang “mari kita ber-Tong, Ting, Tang” dengan ungkapan “Maimo Kumolintang” dan dari kebiasaan itulah muncul Kolintang.
52. Saiyyang Patu’duq dari Sulawesi Barat
Saiyyang Pattu’duq adalah tradisi ritual mengarak menggunakan kuda. Saiyyang Pattuqduq (bahasa Mandar, saiyyang artinya kuda, pattuqduq artinya penari); saiyyang pattuqduq artinya kuda yang pandai menari, pandai memainkan gerakan kepala dan gerakan kaki. Saiyyang pattuqduq digunakan dalam: a) tunggangan anak yang khatam Al Qur’an saat diarak keliling kampong, umumnya dilaksanakan pada peringatan mauled Nabi Muhammad saw, b) tunggangan tamu (penjemputan) tamu kehormatan, c) tunggangan karena adanya nadzar, dan d) sekedar hiburan atau pertunjukan. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Barat.
53. Tari Raigo dari Sulawesi Tengah
Tarian Raigo merupakan kesenian yang turun-temurun yang digiatkan melalui suatu upacara adat yang dimaksudkan sebagai pernyataan kesyukuran atas pencapaian suatu hasil usaha seperti bercocoktanam terutama menanam padi. Tarian ini bukan hanya semata-matasebuah bentuk kesenian (hiburan) namun tarian ini tidakdapat terlepas dari beberapa pelaksanaan upacara adat diwilayah Kulawi atau pun di lembah Bada. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Tengah.
54. Kalosara dari Sulawesi Tenggara
Kalo atau kalosara merupakan sebuah benda yang terbuat dari tiga utas rotan yang dipilin atau dililit membentuk sebuah lingkaran. Cara memilinnya adalah berlawanan dengan arah jarum jam atau dipilin kea rah kiri. Ujung lilitannya tiga utas rotan ini kemudian disimpul dan diikat dimana dua ujung rotan disembunyikan dalam lilitan sedangkan satu ujung yang lainnya dibiarkan mencuat keluar.
Lilitan atau pilinan tiga utas rotan merupakan symbol yang memiliki makna persatuan dan kesatuan dari tiga stratifikasi orang Tolaki di jaman dahulu yakni : anakia atau golongan bangsawan, towonua/ penduduk asli, toono motuo/ orang-orang yang dituakan didalam suatu kampong, toono dadio/ orang kebanyakan, dan stratifikasi yang ketiga yakni o’ata atau golongan budak. Sebagai simbol hukum adat pada orang Tolaki yang dipercaya telah diwariskan secara turun temurun, maka Kalosara ditemukan dalam berbagai aturan hukum adat itu sendiri yakni dalam bidang-bidang : hukum di bidang pemerintahan yang saat ini khususnya dalam pemerintahan yang melibatkan tokoh-tokoh adat, hukum di bidang pertanahan, hukum di bidang perkawinan, hukum di bidang tatacara membangun dan membina rumah tangga, hukum di bidang pewarisan, hukum di bidang utang-piutang, hukum di bidang konflik dan tatacara penyelesaiannya, dan hukum di bidang pencemaran nama baik dan mencelakakan orang lain.
55.Kabhanti dari Sulawesi Tenggara
Kabhanti merupakan salah satu bentuk tradisi lisan yang ada pada masyarakat Suku Muna. Kabhanti memiliki ciri yang hampir sama dengan pantun / puisi lama. Kabhanti diciptakan oleh masyarakat Suku Muna. Tradisi berucap pantun yang ada pada masyarakat Suku Muna, Sulawesi Tenggara ini telah lama ada di Pulau Muna. Kabhanti merupakan tradisi berucap pantun, baik yang diucapkan sendiri ( monolog ) maupun secara berbalas dalam suatu kelompok (kelompok Laki-laki maupun kelompok perempuan. Isi dari kabhanti biasanya mengemukakan serta menyampaikan hal hal yang berupa pesan moral bagi masyarakat, nilai nilai keagamaan, petunjuk kehidupan / petuah, sindiran, percintaan, serta nilai nilai budaya dan adat istiadat. Bagi masyarakat muna, kabhanti bertujuan untuk memperkokoh nilai dan norma dalam masyarakat.
56. Lariangi dari Sulawesi Tenggara
Seni tari masyarakat Kep. Buton dan Wakatobi Sulawesi Tenggara. Dimainkan oleh lima orang wanita. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Tenggara. Tarian ini merupakan tari persembahan dari Kaledupa untuk dimainkan di Istana Raja dalam wujud gerakan dan nyanyian dengan fungsi utamanya adalah sebagai penerangan.Berdasarkan makna kata Lariangi yaitu terdiri dari dua suku kata :
• Lari yang berarti menghias atau mengukir, baik itu dalam bentuk formasinya yang kadangkala berbentuk melingkar dan sebagian ada yang duduk juga terlukis pada gerakan kipas atau lenso yang bervariasi sesuai lagu yang dibawakan
• Angi adalah orang-orang yang berhias dengan berbagai ornamen untuk menyampaikan informasi atau suatu maksud tertentu berupa nasihat (petuah), anjuran ataupun sebagai hiburan yang nampak pada gerkan tari dan nyanyiannya.
57. Layangan Kagati dari Sulawesi Tenggara
Permainan Layang-layang tradisional suku Raha. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Tenggara. Layang-layang tradisional dari Pulau Muna ini terbuat dari lembaran daun kolope (daun gadung) yang telah kering kemudian dipotong ujung-ujungnya. Satu per satu daun tersebut dijahit dengan lidi dari bambu sebagai rangka layangan, sementara talinya dijalin dari serat nanas hutan. Permainan layang-layang (kaghati) oleh nenek moyang masyarakat Muna telah dilakukan sejak 4 ribu tahun lalu. Hal ini berdasarkan penelitian Wolfgong Bick tahun 1997 di Muna.
58. Kapal Phinisi dari Sulawesi Selatan
Perahu layar tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Menurut cerita di dalam naskah Lontara La Galigo, mengatakan kapal Pinisi pertama sudah ada sejak abad ke-14 yang dibuat oleh putra mahkota Kerajaan Luwu, Sawerigading, untuk digunakan berlayar menuju Tiongkok. Kapal tersebut dibuat dari bahan yang diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang kokoh dan tidak mudah rapuh. Sebelum menebang pohon tersebut, terlebih dahulu dilaksanakan ritual khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Selatan.
59. Pa’gellu dari Sulawesi Selatan
Tari Pa’gellu adalah suatu karya seni tari tradisional di Toraja (Tana Toraja, Toraja Utara) yang sejak dahulu dilakukan oleh gadis-gadis berjumlah 5 orang dengan iringan gendang, untuk upacara-upacara Rambu Tuka’ (syukuran panen, rumah adat yang baru dibangun), pesta perkawinan, penyambutan tamu-tamu agung dan pesta-pesta lainnya, kecuali upacara pemakaman orang Toraja. Tari Pa’gellu’ hanya bisa dilakukan oleh wanita, gadis dewasa karena seni Tari Pa’gellu’ tujuannya adalah hiburan dan bersifat rekreatif, selain menghibur juga membuat penonton menjadi senang dan khusus tamu yang di sambut merasa terhormat. Hampir setiap saat kita dapat menyaksikan penampilan seni Tari Pa’gellu’ ini di Toraja, bahwa luar Toraja dimana ada orang Toraja. Rasanya kurang lengkap sebuah pesta dan keramaian lainnya tanpa tari ini kecuali upacara kematian tidak ada Tari pa’gellu.
60. Sinliriq dari Sulawesi Selatan
Tradisi lisan masyarakat Makassar yang berupa pembacaan sastra dengan diiringi rebab. Isi dari sastra sebagian diisi dengan pesan moral dan ajakan kepada masyarakat untuk menuju kebaikan. Selain itu, terkadang pemerintah juga menggunakan media Sinriliq untuk mensosialisasikan program-program pemerintah. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Selatan.
61. Tarian Pakkarena dari Sulawesi Selatan
Tarian Pakarena dibawakan oleh penari perempuan yang mempertunjukkan kelemah-lembutan perempuan-perempuan Makassar. Tarian ini lebih banyak mempertunjukkan gerak tangan yang terayun ke samping kiri dan kanan serta ke depan secara beraturan dan lamban Namun gerakan tangan tersebut terangkat paling tinggi hanya setinggi bahu tidak pernah terangkat hingga setinggi kepala. Tangan kanannya selalu memegang kipas.
Tari Pakarena adalah tarian tradisional dari Makassar. Pada abad 20, tari ini mulai keluar dari tradisi istana dan menjadi pertunjukan yang sangat populer. Tari ini sangat enerjik, terkadang juga begitu hingar bingar oleh musik, namun diiringi oleh tarian yang sangat lambat lemah gemulai dari para wanita muda. Dua kepala drum (gandrang) dan sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik) mengiringi dua penari. Kelembutan mendominasi kesan pada tarian ini. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Sulawesi Selatan.
62. Molapi Sorande dari Gorontalo
Tari Molapi saronde adalah tarian ritual pernikahan adat Gorontalo. Tarian ini dilaksanakan oleh pengantin laki-laki pada malam hari perkawinan mereka. Bahan yang digunakan adalah tiga macam selendang yakni warna hijau, kuning, dan kuning telur. Pelaksanaan ritual ini bertempatkan di tempat mempelai wanita. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Gorontalo.
63. Gendang Beleq dari Nusa Tenggara Barat
Gendang beleq adalah suatu peralatan musik, dan disebut gendang beleq karena gendang ini ukurannya besar dibandingkan dengan ukuran gendang pada umumnya. Gendang berarti kendang dan beleq berarti besar. Gendang besar (gendang beleq) ada dua jenis yang disebut gendang mama (laki-laki) dan gendang nina (perempuan). Perbedaan antara kedua gendang tersebut bukan pada bentuk fisiknya melainkan pada suara yang dihasilkan yaitu gendang mama lebih nyaring daripada gendang nina.m Gendang Beleq biasa dimainkan di panggung maupun di lapangan terbuka. Susunan pendukung musik gendang beleq dan penarinya yang baku terdiri dari 40 orang, dan dipertunjukkan pada acara-acara khusus seperti Maulud Nabi, Lebaran, upacara perkawinan, khitanan dan cukur rambut bayi. Sedangkan yang tidak baku terdiri dari 17 orang dipertunjukkan untuk menyambut tamu, perlombaan atau festival. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Nusa Tenggara Barat.
64. Wayang Kulit Sasak dari Nusa Tenggara Barat
Wayang Kulit Sasak adalah Wayang kulit yang berkembang di Lombok yang pada dasarnya mengambil cerita Menak yang ceritanya bersumber dari Cerita Amir Hamsah yaitu paman Nabi Muhammad SAW. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Nusa Tenggara Barat.
65. SASANDO DARI NUSA TENGGARA TIMUR
Sasando adalah alat musik petik khas Orang Rote, Nusa Tenggara Timur, yang terbuat dari daun lontar dan kayu. Sasando yang seharusnya bernama Sasandu (bunyi yang dihasilkan dari getar) lahir dari inspirasi penemunya dari hasil interaksi dengan alam. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sasando adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Suara sasando ada miripnya dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.
Sasando adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan dipetik. Instumen musik ini berasal dari pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Suara sasando ada miripnya dengan alat musik dawai lainnya seperti gitar, biola, kecapi, dan harpa.
Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu. Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.
66. CACI DARI NUSA TENGGARA TIMUR
Caci atau tari Caci atau adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Penari yang bersenjatakan cambuk (pecut) bertindak sebagai penyerang dan seorang lainnya bertahan dengan menggunakan perisai (tameng). Tari ini dimainkan saat syukuran musim panen (hang woja) dan ritual tahun baru (penti), upacara pembukaan lahan atau upacara adat besar lainnya, serta dipentaskan untuk menyambut tamu penting.
Caci adalah tradisi permainan pada suku manggarai dengan beranggotakan dua orang pemain yang saling memukul menggunakan rotan dan perisai kulit kerbau. Dalam permainan caci ada penangkis dan ada pemukul yang dilakukan secara bergantian berulang-ulang. Pemenang dalam permainan ini adalah orang yang telah berhasil melukai lawannya di bagian wajah. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Nusa Tenggara Timur.
Seorang laki-laki yang berperan sebagai pemukul (disebut paki) berusaha memecut lawan dengan pecut yang dibuat dari kulit kerbau/sapi yang dikeringkan. Pegangan pecut juga dibuat dari lilitan kulit kerbau. Di ujung pecut dipasang kulit kerbau tipis dan sudah kering dan keras yang disebut lempa atau lidi enau yang masih hijau (disebut pori). Laki-laki yang berperan sebagai penangkis (disebut ta’ang), menangkis lecutan pecut lawan dengan perisai yang disebut nggiling dan busur dari bambu berjalin rotan yang disebut agang atau tereng. Perisai berbentuk bundar, berlapis kulit kerbau yang sudah dikeringkan. Perisai dipegang dengan sebelah tangan, sementara sebelah tangan lainnya memegang busur penangkis.
67. RUMAH BALE DARI NUSA TENGGARA TIMUR
Arsitektur Sumba disebut juga Rumah Bale. dibedakan menurut status sosial pemiliknya, bala untuk rumah bangsawan dan bale untuk rumah rakyat jelata. Rumah Orang Sumbawa berbentuk panggung. Atap rumah Sumbawa tinggi seperti perahu dengan sudut sekitar 45 derajat. Di bagian depan atas terdapat lebang yang dahulu menunjukkan status sosial pemiliknya. Semakin banyak lebangnya, semakin tinggi status kebangsawanannya. Selain lebang, ukuran rumah juga menandakan status sosial pemiliknya. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Nusa Tenggara Timur.
68. TARI SEKA DARI MALUKU
Seni pertunjukan tari suku Babar yang mengunakan gerak kaki sebagai tumpuhan dasar pergerakannya. Tarian ini dijadikan sebagai tarian sakral bagi para ksatria negeri/kampung yang akan berperang dengan sebuah asumsi bahwa tari seka besar mampuh secarah magis melindungi, dan menjaga para pejuang negeri yang turun ke mendan perang. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku .
69. TAIS PET DARI MALUKU
Kain tenun tradisional masyarakat Tanimbar. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku. Tais Pet memiliki fungsi sosial yang sangat kuat dikalangan masyarakat tanimbar sebagai simbol identitas diri. Pengenalan identitas diri itu terabstraksi lewat ikatan emosional komunitas Tanimbar yang memberikan nuansa persaudaraan, tenggang rasa, saling menghormati dan rasa sepenanggungan.
Kemudian fungsi ini juga berlanjut secara lokal, regional maupun secara nasional, sehingga merajut ikatan-ikatan sosial terhadap pengenalan masyarakat Maluku dan atau bangsa Indonesia pada umumnya. Selain itu juga Tais pet memberikan nuansa warna sebagai simbol status sosial, sehingga memberikan petunjuk terhadap status seseorang dalam struktur masyarakat. Warna hitam dan coklat merupakan warna kebesaran atau kewibawaan dalam diri seorang pemimpin. Warna merah, kuning dan putih merupakan cermin keberanian, kejujuran, ketulusan, keiklasan dan kesucian hati masyarakat.
Kemudian fungsi ini juga berlanjut secara lokal, regional maupun secara nasional, sehingga merajut ikatan-ikatan sosial terhadap pengenalan masyarakat Maluku dan atau bangsa Indonesia pada umumnya. Selain itu juga Tais pet memberikan nuansa warna sebagai simbol status sosial, sehingga memberikan petunjuk terhadap status seseorang dalam struktur masyarakat. Warna hitam dan coklat merupakan warna kebesaran atau kewibawaan dalam diri seorang pemimpin. Warna merah, kuning dan putih merupakan cermin keberanian, kejujuran, ketulusan, keiklasan dan kesucian hati masyarakat.
70. TARI MAKU-MAKU DARI MALUKU
Tari Maku-maku adalah tarian tradisional yang bersifat sosial yakni merupakan tarian pergaulan yang bertujuan untuk mempererat keakraban antara anggota masyarakat dalam hal ini anak cucu Maluku. Tarian ini secara garis besar merupakan lambang persekutuan anak-anak masyarakat Maluku. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku.
71. BAMBU GILA DARI MALUKU UTARA
Tarian bambu gila atau yang dikenal juga dengan nama Buluh Gila atau
Bara Suwen berasal dari Maluku Utara. Sesuai namanya, tarian ini
menggunakan sarana utama bambu. Penduduk setempat percaya bahwa bambu
memiliki kekuatan mistik dan dapat dirasuki.
Permainan bambu gila sudah ada di Ternate sejak ratusan tahun silam, sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Kepulauan Maluku. Di masa lampau, permainan bambu gila dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan berat, seperti memindahkan barang yang sulit diangkat jika hanya mengandalkan tenaga manusia semata.
Tarian /seni pertunjukan yang dilakukan oleh lebih dari sepuluh orang dengan memegang satu batang bambu sepanjang satu meter/ sesuai kebutuhan. Pemegang bambu dipertontonkan tidak kuat. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku Utara.
Permainan bambu gila sudah ada di Ternate sejak ratusan tahun silam, sebelum masuknya agama Islam dan Kristen ke Kepulauan Maluku. Di masa lampau, permainan bambu gila dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama untuk pekerjaan-pekerjaan berat, seperti memindahkan barang yang sulit diangkat jika hanya mengandalkan tenaga manusia semata.
Tarian /seni pertunjukan yang dilakukan oleh lebih dari sepuluh orang dengan memegang satu batang bambu sepanjang satu meter/ sesuai kebutuhan. Pemegang bambu dipertontonkan tidak kuat. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku Utara.
Selain itu, bambu gila juga digunakan oleh masyarakat Kesultanan Ternate zaman dulu sebagai senjata untuk melumpuhkan musuh. Saat itu, bambu gila bisa dikerahkan dengan kekuatan supranatural untuk menyerang lawan.
Sampai saat ini, permainan bambu gila tetap dilestarikan di Ternate, tapi difungsikan sebagai permainan untuk hiburan rakyat. Permainan unik bambu gila kini bahkan telah menjadi salah satu daya tarik wisata di Ternate.
72. SOYA-SOYA DARI MALUKU UTARA
Pada tahun 1570-1583 telah terjadi sebuah penyerbuan ke markas
Portugis di Benteng Kastella, Ternate oleh segenap rakyat Ternate yang
dipimpin oleh Sultan Baabullah. Penyerbuan ini memiliki latar belakang
terbunuhnya Sultan Khairun, ayah dari Baabullah yang dijebak oleh
Portugis di Benteng Kastella. Maksud utama dari penyerbuan ini
sebenarnya bukan sekedar penyerangan, namun lebih kepada upaya
penjemputan jenazah Sultan Khairun. Tetapi pada perkembangannya,
penjemputan ini kemudian beralih menjadi kebangkitan perjuangan rakyat
Kayoa, Maluku Utara terhadap penjajah Portugis pada akhir abad ke-16.
Seni Tradisi Tari Rakyat Maluku Utara. Tarian soya-soya tercipta pada masa Sultan Baabullah (Sultan Ternate Ke-24), dari Kesultanan Ternate, untuk mengobarkan semagat pasukan pasca-tewasnya Sultan Khairun pada 25 Februari 1570. Saat itu, tarian soya-soya dimaknai sebagai perang pembebasan dari Portugis hingga jatuhnya tahun 1575. Para penari akan menampilkan tarian yang lincah dimana merefleksikan gerak menyerang, mengelak dan menangkis. Jumlah penari soya-soya sendiri tidak ditentukan. Bisa hanya empat orang dan bahkan hingga ribuan penari.
Kisah heroik di atas adalah sejarah yang akan selalu menjadi penyemangat rakyat Ternate di dalam sebuah kebangkitan. Seiring berjalannya waktu, peristiwa di atas pun diabadikan dalam sebuah karya tari yang sarat akan nilai kepahlawanan. Tari ini bernama Soya-Soya yang berarti pantang menyerah dan juga dapat dimaknakan sebagai penjemputan. Soya-soya adalah tarian asli karya masyarakat Ternate yang merupakan ungkapan kebanggaan mereka terhadap perjuangan para pendahulu mereka dalam mengusir penjajah negeri Ternate yang sangat kaya.
Seni Tradisi Tari Rakyat Maluku Utara. Tarian soya-soya tercipta pada masa Sultan Baabullah (Sultan Ternate Ke-24), dari Kesultanan Ternate, untuk mengobarkan semagat pasukan pasca-tewasnya Sultan Khairun pada 25 Februari 1570. Saat itu, tarian soya-soya dimaknai sebagai perang pembebasan dari Portugis hingga jatuhnya tahun 1575. Para penari akan menampilkan tarian yang lincah dimana merefleksikan gerak menyerang, mengelak dan menangkis. Jumlah penari soya-soya sendiri tidak ditentukan. Bisa hanya empat orang dan bahkan hingga ribuan penari.
Kisah heroik di atas adalah sejarah yang akan selalu menjadi penyemangat rakyat Ternate di dalam sebuah kebangkitan. Seiring berjalannya waktu, peristiwa di atas pun diabadikan dalam sebuah karya tari yang sarat akan nilai kepahlawanan. Tari ini bernama Soya-Soya yang berarti pantang menyerah dan juga dapat dimaknakan sebagai penjemputan. Soya-soya adalah tarian asli karya masyarakat Ternate yang merupakan ungkapan kebanggaan mereka terhadap perjuangan para pendahulu mereka dalam mengusir penjajah negeri Ternate yang sangat kaya.
73. TARI YOSIM PANCAR DARI PAPUA
Tari Yospan adalah salah satu tarian tradisional yang berasal
dari daerah Papua. Tarian ini tergolong tarian pergaulan masyarakat yang
bisa ditarikan oleh penari pria maupun penari wanita. Tari Yospan merupakan
salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Papua, khususnya di daerah
pesisir utara Papua. Tarian ini biasanya sering ditampilkan di berbagai acara,
baik acara yang bersifat adat, penyambutan,
maupun acara budaya.
Tari Yospan adalah tarian pergaulan atau persahabatan para muda-mudi masyarakat Papua. Pertunjukan Tarian Yosim Pancar biasanya dilakukan lebih dari satu orang, dan memiliki gerakan dasar yang penuh semangat. Tarian Yosim Pancar sama sekali bukan tarian tradisi, melainkan tarian kontemporer yang dimodifikasi dengan berbagai tarian rakyat. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Tari Yospan merupakan
tari penggabungan antara Tari Yosim dan Tari Pancar. Tari Yospan awalnya hanya
menggunakan gerakan-gerakan yang ada pada kedua tari tersebut. Namun seiring
dengan berjalannya waktu tarian ini kemudian dikembangkan oleh masyarakat di
sana, sehingga gerakannya lebih kaya dan bervariatif seperti yang sekarang ini.
Tari Yospan adalah tarian pergaulan atau persahabatan para muda-mudi masyarakat Papua. Pertunjukan Tarian Yosim Pancar biasanya dilakukan lebih dari satu orang, dan memiliki gerakan dasar yang penuh semangat. Tarian Yosim Pancar sama sekali bukan tarian tradisi, melainkan tarian kontemporer yang dimodifikasi dengan berbagai tarian rakyat. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua.
Menurut beberapa sumber, Tari Yospan merupakan penggabungan
antara dua tarian rakyat Papua, yaitu Tari
Yosim dan Tari Pancar. Tari Yosim
sendiri merupakan tarian yang hampir mirip dengan Tari Poloneis (tarian dansa eropa), banyak sumber yang menjelaskan
Tari Yosim ini berasal dari daerah pesisir utara Papua. Sedangkan Tari Pancar
merupakan tarian yang tumbuh dan berkembang di daerah Biak, Numfor dan Manokwari. Awalnya Tari Pancar ini disebut dengan Tari Pancar Gas, agar
lebih mudah disebut kemudian mereka menyingkatnya dengan Tari Pancar. Konon
gerakan dalam Tari Pancar ini terinspirasi dari gerakan akrobatik pesawat
pada masa penjajahan Belanda.
74. UKIRAN ASMAD DARI PAPUA
Suku Asmat adalah suku besar yang cukup ternama di Bumi Papua.
Keberadaannya sebagai suku yang mendiami wilayah pesisir selatan Papua
sangat diperhitungkan dalam sejarah penyebaran masyarakat Papua. Asmat
menjadi begitu ternama karena memiliki harkat hidup yang luar biasa,
selain itu budaya yang dimiliki suku ini pun sangat menarik dan unik.
Salah satu yang menonjol ketika membicarakan suku ini adalah hasil seni
ukiran mereka yang sudah terkenal luas hingga ke mancanegara.
Seperti kehidupan pada umumnya, Suku Asmat juga membutuhkan media untuk menyatakan berbagai hal yang mereka alami dalam kehidupan. Kisah-kisah heroik, mistis, atau peraturan-peraturan adat biasanya mereka ungkapkan dalam bentuk media tertentu. Hal ini mereka lakukan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai sarana menjaga kelangsungan tradisi, sarana belajar bagi generasi selanjutnya, dan penghormatan spiritual bagi para roh leluhur. Oleh karena itulah, ukir-ukiran menjadi tidak terpisahkan dari kehidupan Suku Asmat dan mempunyai arti penting dalam berbagai upaya mengaktualisasikan kehidupan mereka. Namun, di masa modern saat ini, banyak dari mereka yang tidak hanya mengukir untuk mengaktualisasikan hidup, tetapi juga untuk alasan komoditas.
Sejak tahun 1700-an, suku Asmat di Papua telah dikenal dunia dengan keterampilan mengukirnya. Kesenian mengukir di Asmat merupakan aktualisasi dari kepercayaan terhadap arwah nenek moyang yang disimbolkan dalam bentuk patung serta ukiran. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua.
Ukiran Asmat memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan berbagai ukiran dari daerah lain. Pengerjaan yang rapih dan detil-detil ukiran yang rumit menjadi alasan mengapa ukiran Asmat dapat tersohor hingga ke seluruh penjuru dunia. Motif-motif yang berhubungan dengan alam, makhluk hidup dan aktifitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui di dalam ukiran Asmat. Bentuk yang umum ditemui misalnya adalah kelelawar, burung cendrawasih, dan ikan. Sedangkan bentuk aktifitas yang biasa mereka buat adalah manusia yang sedang berperang, berburu, atau mencari ikan, tidak jarang juga mereka membuat refleksi aktifitas hidup para leluhur Asmat. Yang pasti, motif maupun bentuk ini tidak akan terlepas dari kehidupan suku Asmat sendiri.
Seperti kehidupan pada umumnya, Suku Asmat juga membutuhkan media untuk menyatakan berbagai hal yang mereka alami dalam kehidupan. Kisah-kisah heroik, mistis, atau peraturan-peraturan adat biasanya mereka ungkapkan dalam bentuk media tertentu. Hal ini mereka lakukan dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai sarana menjaga kelangsungan tradisi, sarana belajar bagi generasi selanjutnya, dan penghormatan spiritual bagi para roh leluhur. Oleh karena itulah, ukir-ukiran menjadi tidak terpisahkan dari kehidupan Suku Asmat dan mempunyai arti penting dalam berbagai upaya mengaktualisasikan kehidupan mereka. Namun, di masa modern saat ini, banyak dari mereka yang tidak hanya mengukir untuk mengaktualisasikan hidup, tetapi juga untuk alasan komoditas.
Sejak tahun 1700-an, suku Asmat di Papua telah dikenal dunia dengan keterampilan mengukirnya. Kesenian mengukir di Asmat merupakan aktualisasi dari kepercayaan terhadap arwah nenek moyang yang disimbolkan dalam bentuk patung serta ukiran. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua.
Ukiran Asmat memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan berbagai ukiran dari daerah lain. Pengerjaan yang rapih dan detil-detil ukiran yang rumit menjadi alasan mengapa ukiran Asmat dapat tersohor hingga ke seluruh penjuru dunia. Motif-motif yang berhubungan dengan alam, makhluk hidup dan aktifitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui di dalam ukiran Asmat. Bentuk yang umum ditemui misalnya adalah kelelawar, burung cendrawasih, dan ikan. Sedangkan bentuk aktifitas yang biasa mereka buat adalah manusia yang sedang berperang, berburu, atau mencari ikan, tidak jarang juga mereka membuat refleksi aktifitas hidup para leluhur Asmat. Yang pasti, motif maupun bentuk ini tidak akan terlepas dari kehidupan suku Asmat sendiri.
75. BARAPPEN DARI PAPUA DAN PAPUA BARAT
Bakar batu merupakan sebuah aktifitas memasak yang dilakukan oleh masayarakat suku Dani di Papua, dengan menggunakan media batu yang dipanaskan di api hingga menjadi berwarna merah dan benar-benar panas yang kemudian akan diselipkan di antara bahan-bahan yang akan diolah atau dimasak untuk dikonsumsi secara bersama-sama. Bahan utama yang digunakan adalah daging babi, saat ini dikembangkan selain babi (ikan, kelinci, ayam, kambing, dsb.) Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua dan Papua Barat.
76. TIFA DARI PAPUA, PAPUA BARAT, NTT, DAN MALUKU
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik perkusi khas Papua simbol perdamaian bagi masyarakat Papua tempo dulu. Bilamana terjadi perang diantara suku-suku di Papua. Para tua adat lantas membunyikan tifa untuk memanggil wakil dari kedua pihak berdamai. Namun kini, tifa tak lagi digunakan bagi suatu perdamaian. Tapi lebih digunakan dalam rituil adat, seperti pesta adat, perkawinan, menyambut tamu-tamu penting dan lain-lain. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik perkusi khas Papua simbol perdamaian bagi masyarakat Papua tempo dulu. Bilamana terjadi perang diantara suku-suku di Papua. Para tua adat lantas membunyikan tifa untuk memanggil wakil dari kedua pihak berdamai. Namun kini, tifa tak lagi digunakan bagi suatu perdamaian. Tapi lebih digunakan dalam rituil adat, seperti pesta adat, perkawinan, menyambut tamu-tamu penting dan lain-lain. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur
77. RENDANG DARI SUMATERA BARAT
Rendang dalam bahasa Minangkabau disebut dengan rendang adalah salah satu makanan tradisional khas Minangkabau yang sangat terkenal ke seantaro penjuru nusantara. Rendang tersebut memiliki beberapa warna, yakni merah kecoklatan, coklat, sampai coklat kehitaman. Pengertian rendang yang diambil dari kata Marandang, yakni suatu proses pengolahan lauk berbahan dasar santan yang dimasak sampai kandungan airnya berkurang, bahkan sampai kering sehingga apabila disebut rendang itu artinya olahan masakan yang kering tanpa mengandung air.
Masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang keemasan.
Rendang dapat dijumpai di Rumah Makan Padang di seluruh dunia. Masakan ini populer di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Di daerah asalnya, Minangkabau, Rendang disajikan di berbagai upacara adat dan perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradisional Minangkabau, masing-masing daerah di Minangkabau memiliki teknik memasak serta pilihan dan penggunaan bumbu yang berbeda.
Masakan daging bercita rasa pedas yang menggunakan campuran dari berbagai bumbu dan rempah-rempah. Masakan ini dihasilkan dari proses memasak yang dipanaskan berulang-ulang dengan santan kelapa. Proses memasaknya memakan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam) hingga kering dan berwarna hitam pekat. Dalam suhu ruangan, rendang dapat bertahan hingga berminggu-minggu. Rendang yang dimasak dalam waktu yang lebih singkat dan santannya belum mengering disebut kalio, berwarna coklat terang keemasan.
Rendang dapat dijumpai di Rumah Makan Padang di seluruh dunia. Masakan ini populer di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina, dan Thailand. Di daerah asalnya, Minangkabau, Rendang disajikan di berbagai upacara adat dan perhelatan istimewa. Meskipun rendang merupakan masakan tradisional Minangkabau, masing-masing daerah di Minangkabau memiliki teknik memasak serta pilihan dan penggunaan bumbu yang berbeda.
Sumber Referensi: Kementrian Kebudayaan Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar