Peringatan Hari Pahlawan Nasional 2025 diwarnai dengan penetapan sepuluh tokoh baru sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo Subianto pada Minggu (10/11). Daftar penerima gelar tahun ini mencerminkan keberagaman peran dan latar belakang, mulai dari pemimpin bangsa, ulama, hingga aktivis buruh.
Mereka adalah Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Jenderal Besar Soeharto, Marsinah, Prof. Mochtar Kusumaatmadja, Hj. Rahmah El Yunusiyah, Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Kholil Bangkalan, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abidin Syah. Penganugerahan ini menjadi momen reflektif bagi bangsa untuk menegaskan kembali makna kepahlawanan di era modern.
Penetapan sepuluh tokoh pahlawan nasional tahun ini menjadi momentum refleksi bagi masyarakat, khususnya dunia pendidikan, untuk menanamkan nilai pengabdian, keberanian moral, dan semangat kebangsaan di tengah dinamika zaman digital.
Bangsa yang besar bukanlah bangsa yang melupakan masa lalu, tetapi bangsa yang belajar darinya. “Kekuasaan datang dan pergi, tetapi pengabdian dan kebijaksanaan akan selalu tinggal dalam sejarah manusia yang berbangsa”.
Sementara itu, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan GTK, Fadli Zon menuturkan bahwa, seluruh nama yang diajukan berasal dari usulan masyarakat. Dalam kajian tim peneliti, Soeharto dinilai memiliki peran signifikan dalam menciptakan kestabilan ekonomi, swasembada pangan, dan memperkuat diplomasi Indonesia di dunia Internasional.
“Soeharto berhasil membawa Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil, serta mengokohkan peran negara di tingkat global. Itu yang menjadi dasar utama pemberian gelar ini,” ungkapnya.
Ia menegaskan, keputusan ini diambil berdasarkan kajian sejarah dan bukti dokumenter, bukan atas pertimbangan politik. “Kita bicara fakta sejarah dan kontribusi nyata, bukan persepsi atau asumsi,” tambahnya. Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional tersebut ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025 mengenai Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Berikut 10 tokoh yang dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional 2025:
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)-Jawa Timur
Lahir: Jombang, 7 September 1940
Wafat: Jakarta, 30 Desember 2009
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Mengutip dari situs resmi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Dr.(H.C.) K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 dan wafat di Jakarta, 30 Desember 2009 pada usia 69 tahun. Beliau adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia keempat dari tahun 1999 hingga 2001 menggantikan Presiden B.J. Habibie.
Gus Dur menikah dengan Sinta Nuriyah pada 11 September 1971. Mereka dikaruniai empat orang putri, yaitu Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny) Wahid, Anita Hayatunnufus Wahid, Inayah Wulandari Wahid dan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid.
Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Beliau adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama (NU) dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Beliau dikenal sebagai sosok yang unik karena dalam dirinya melekat berbagai predikat, baik sebagai pemimpin ormas terbesar, pejuang demokrasi, tokoh intelektual papan atas, tokoh LSM, tokoh pluralisme, maupun sebagai tokoh agama (kiai).
Jenderal Besar TNI (Purn) H.M. Soeharto
Lahir: Kemusuk Yogyakarta, 8 Juni 1921
Wafat: Jakarta, 27 Januari 2006
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Menurut situs Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jenderal Besar TNI (Purn) HM. Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921 dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah.
Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Soeharto menikah dengan Siti Hartinah pada 26 Desember 1947 di Solo. Mereka dikaruniai enam putra dan putri, yaitu Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Di kemiliteran, Soeharto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel. Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman serta menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Soeharto meninggal dunia pada Minggu, 27 Januari 2006. Ia wafat pada pukul 13.10 siang dalam usia 87 tahun.
Marsinah (Jawa Timur)
Lahir: Nganjuk Jawa Timur, 10 April 1969
Wafat: Jawa Timur, 8 Mei 1993
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Mengutip situs resmi Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Pada 1989, Ia merantau ke Surabaya untuk bekerja di pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut, lalu sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang hingga akhirnya berpindah ke Sidoarjo dan bekerja di PT CPS pada 1990.
Selama bekerja di PT CPS, Marsinah adalah sosok yang vokal dalam memperjuangkan nasib dan hak dari rekan-rekannya. Ia juga terlibat dalam kegiatan aktivis organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.
Tragedi keji yang menimpa Marsinah berawal dari unjuk rasa dan pemogokan kerja yang dilakukan oleh Marsinah dan rekannya pada 3-4 Mei 1993. Saat unjuk rasa, mereka mengajukan 12 tuntutan.
Setelah itu, pada tanggal 5 Mei 1993, Marsinah hilang tanpa kabar setelah mengunjungi rumah rekannya. Lalu, pada 8 Mei 1993, jasad Marsinah ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Diduga, Marsinah dianiyaya karena saat ditemukan, jasadnya penuh dengan luka dan tubuhnya kaku membiru.
Mochtar Kusumaatmadja (Jawa Barat)
Lahir: Jakarta, 17 Februari 1929
Wafat: Jakarta, 6 Juni 1921
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Melansir situs resmi Universitas Padjajaran (Unpad), Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. lahir di Jakarta pada 17 Februari 1929. Setelah tamat SMA, Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan sekolah ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dan setelah menyelesaikan jenjang sarjananya, pada 1956, Prof. Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan pendidikannya di Universitas Yale, Amerika Serikat.
Gelar doktornya diperoleh dari Universitas Padjadjaran pada tahun 1962. Pada tahun 1964, Prof. Mochtar Kusumaatmadja melanjutkan pendidikannya (post doctor) di Harvard Law School, Amerika Serikat. Setelahnya, Prof. Mochtar Kusumaatmadja menempuh pendidikan di University of Chicago. Pada 1970, Prof. Mochtar Kusumaatmadja mendapat gelar profesor dari Unpad.
Mengutip situs Sekretariat Kabinet (Setkab) RI, Mochtar pernah menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari tahun 1974 sampai 1978, dan Menteri Luar Negeri dua periode dari tahun 1978 sampai 1988. Ia kerap mewakili Indonesia di PBB dan perundingan-perundingan internasional, terutama mengenai batas darat dan batas laut teritorial.
Prof. Mochtar Kusumaatmadja wafat pada 6 Juni 2021 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Hajjah Rahmah El Yunusiyah (Sumatera Barat)
Lahir: Nagari Bukit Surungan Padang, 26 Oktober 1900
Wafat: Padang Panjang, 26 Februari 1969
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Mengutip situs Kementerian Agama (Kemenag) RI, Rahmah El Yunusiyah yang lahir pada tahun 1900 merupakan pendiri Perguruan Diniyah Putri. Rahmah menggagas lahirnya madrasah Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang pada 1 November 1923 dilatarbelakangi cita-cita dan kepedulian untuk mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan.
Di masa revolusi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945, Rahmah terjun ke medan perjuangan fisik. Ia menjadi Bundo Kanduang dari barisan Sabilillah dan Hizbullah di Sumatera Barat. Dalam masa revolusi kemerdekaan, Perguruan Diniyah Putri memberikan andil perjuangan dengan sarana yang dimilikinya untuk mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa.
Rektor Universitas Al-Azhar Cairo Dr. Syekh Abdurrahman Taj di tahun 1955 mengunjungi Indonesia dan meninjau Diniyah Putri Padang Panjang. Pemimpin tertinggi Al-Azhar itu terkesan dengan pendidikan Diniyah Putri. Di Mesir, belum ada sekolah khusus untuk perempuan.
Rahmah diundang ke Universitas Al-Azhar untuk membentangkan pengalamannya membangun pendidikan Islam di Indonesia. Pemimpin Diniyah Putri Rahmah El Yunusiyah adalah ulama perempuan pertama yang dianugerahi gelar kehormatan "Syaikhah" dari Universitas Al-Azhar Cairo.
Sistem dan pola pendidikan Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang menginspirasi Universitas Al-Azhar hingga mendirikan Kulliyatul Banat yakni fakultas khusus untuk perempuan. Pada tahun 1958, untuk pertama kali alumni Diniyah Putri mendapat beasiswa melanjutkan studi ke Universitas Al-Azhar Cairo, antara lain Isnaniyah Saleh dan Zakiah Daradjat.
Pahlawan pendidikan Islam itu meninggal pada malam takbiran Hari Raya Idul Adha tanggal 26 Februari 1969 di Padang Panjang. Rumah kediamannya sekarang menjadi Museum Rahmah El Yunusiyah.
Jenderal TNI (Purn) Sarwo Edhie Wibowo
Lahir: Pangenjuru, Purworejo, 25 Juli 1927
Wafat: Purworejo, 9 November 1989
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Sarwo Edhie Wibowo adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia adalah ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono. Ia juga ayah dari mantan KSAD, Pramono Edhie Wibowo. Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September dan bertanggungjawab terhadap Genosida 1965 di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Timur dalam posisinya sebagai panglima RPKAD (atau disebut Kopassus pada saat ini). Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua BP-7 Pusat, Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan serta menjadi Gubernur AKABRI.
Karier Sarwo Edhie di ABRI, dia pernah menjadi Komandan Batalion di Divisi Diponegoro (1945—1951), Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951—1953), Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional (1959—1961), Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962—1964), dan Komandan RPKAD (1964—1967).
RPKAD adalah usaha Indonesia untuk menciptakan sebuah unit pasukan khusus (yang kemudian akan menjadi Kopassus) dan pengangkatan Sarwo Edhie sebagai komandan unit elit ini berkat Ahmad Yani. Pada tahun 1964, Yani telah menjadi Kepala Staf Angkatan Darat dan menginginkan seseorang yang bisa dia percaya sebagai Komandan RPKAD.
Sultan Muhammad Salahuddin (NTB)
Lahir: Bima, 14 Juli 1889
Wafat: Jakarta, 11 Juli 1951
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Tokoh yang memegang peran utama dalam Perkembangan sejarah Bima pada awal abad XX adalah salah seorang putra sultan Ibrahim (Sultan XIII) dengan permaisurinya Siti Fatimah Binti Lalu Yusuf Ruma Sakuru yaitu Sultan Muhammad Salahuddin. Lahir di Bima pada tanggal 15 Zulhijah 1306 H (14 Juli 1889), memiliki 11 orang saudara.
Sultan Muhammad Salahuddin naik takhta memimpin Kesultanan Bima menggantikan ayahandanya pada 16 Desember 1917. Sultan Muhammad Salahuddin menjadi Raja Kerajaan Bima ke-38 dan Sultan Bima ke-14 yang memerintah Kesultanan Bima dari 1917-1951. Sultan Muhammad Salahuddin wafat di RS Cikini, Jakarta, pada Kamis 11 Juli 1951 sekira pukul 22.00 WIB. Sultan Muhammad Salahuddin dimakamkan dengan upacara kenegaraan, setelah disemayamkan di Gedung Proklamasi kemerdekaan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Salah satu kebijakan Sultan Muhammad Salahuddin yang patut dihargai ialah memberikan beasiswa kepada pelajar yang berprestasi untuk belajar ke Makasar dan kota-kota besar di Jawa, bahkan ada yang di kirim ke timur tengah. Pelajar yang diberi beasiswa benar-benar berdasarkan prestasi dengan tidak mempertimbangkan status sosial dan jenis kelamin. Setelah kembali ke Bima, mereka tampil sebagai pemimpin dan tokoh perjuangan pada masa revolusi kemerdekaan.
Syaikhona Muhammad Kholil (Jawa Timur)
Lahir: Madura Jawa Timur, 25 Mei 1835
Wafat: Jawa Timur, 23 April 1925
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Syaikhona Muhammad Kholil lahir pada malam Kamis, 9 Safar 1225 H atau bertepatan dengan 25 Mei 1835 M, di Kampung Senenan, Kemayoran, Bangkalan, Madura.
Keturunan dari Said Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati, ini tumbuh dalam tradisi keilmuan yang kuat. Ia merupakan keturunan Said Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati, yang nasabnya bersambung hingga Rasulullah SAW. Tanggal kelahirannya dikonfirmasi melalui manuskrip tulisan tangan beliau sendiri, sebagaimana diungkap dalam Seminar Nasional bertema Pejuang Kultural, Guru Besar Pahlawan Nasional di Gedung Nusantara V DPR/MPR RI.
Jejak intelektual Syaikhona Muhammad Kholil dimulai dari pesantren-pesantren besar di Jawa Timur: Langitan Tuban, Cangaan Bangil, Sidogiri Pasuruan, hingga Stail.
Pada 1843, ia menimba ilmu ke Makkah dari para ulama besar seperti Syaikh Nawawi Al-Bantani dan Syaikh Ahmad Zayni Dahlan. Dari sana, ia pulang membawa semangat keilmuan dan kebangsaan yang kelak menjadi ruh perjuangan para santri.
Banyak muridnya yang kemudian menjadi tokoh-tokoh besar bangsa. Sebut saja mulai Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbullah, hingga KH As’ad Syamsul Arifin adalah di antara santri yang telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu, menyatakan Syaikhona Kholil memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan. Tak hanya Gus Ipul, sapaan akrab Saifullah Yusuf, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, ketika itu, pada Maret 2021, menegaskan bahwa usulan pemberian gelar pahlawan kepada Syaikhona Kholil merupakan kepantasan.
"Ini adalah merupakan bentuk penghormatan atas jasa-jasanya terhadap bangsa Indonesia," ujar Abdul Halim, seraya menambahkan, Syaikhona Kholil telah diakui sebagai guru bangsa dan guru dari para pahlawan nasional.
Tuan Rondahaim Saragih Garingging (Sumatera Utara)
Lahir: Sumatera Utara, Tahun 1828
Wafat: Sumatera Utara, Tahun 1891
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan gelar Pahlawan Nasional kepada sejumlah tokoh di Istana Negara, Jakarta, pada Senin kemarin. Upacara penganugerahan ini digelar bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional.
Diantara nama-nama yang dianugerahi pahlawan nasional oleh Prabowo, terdapat nama Tuan Rondahaim Saragih Garingging. Seorang tokoh dari Sumatera Utara atau tepatnya berasal dari tanah Simalungun. Tuan Rondahaim Saragih Garingging gelar Raja Raya Namabajan lahir tahun 1828 dan meninggal pada 1891. Merupakan penguasa Partuanan Raya ke-14 yang kini merupakan ibukota dari Kabupaten Simalungun.
Oleh pemerintahan kolonial Belanda, beliau diberi julukan Napoleon der Batak yang memiliki arti Napoleon nya orang-orang Batak, karena perlawanannya hingga akhir hayat terhadap upaya penaklukan Raya oleh Belanda. Selama berkuasa, Tuan Rondahaim aktif menentang pendudukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di daerah Sumatera Timur.
Diketahui bahwa Partuanan Raya tercatat tidak pernah takluk kepada Belanda pada masa pemerintahan Tuan Rondahaim Saragih Garingging hingga akhir hayatnya. Pertempurannya melawan upaya pendudukan Belanda terhadap wilayah kekuasaannya, antara lain terjadi pada 21 Oktober 1887 di Dolok Merawan dan 12 Oktober 1889 di Bandar Padang.
Gelar Pahlawan Nasional yang diberikan kepada Tuan Rondahaim Saragih sendiri merupakan bentuk penghargaan atas jasa dan perjuangannya di bidang perjuangan bersenjata dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Penganugerahan ini diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat khususnya di Sumatera Utara, untuk terus memupuk semangat kebersamaan dan persatuan demi kemajuan bangsa dan negara. Sekaligus sebagai pengingat akan jasa para pahlawan yang telah berjuang demi Indonesia.
Zainal Abidin Syah Alting (Maluku Utara)
Lahir: Soasio, 5 Agustus 1912
Wafat: Ambon, 4 Juli 1967
Gelar Pahlawan: 2025
Biografi:
Zainal Abidin Syah merupakan Sultan Tidore periode 1947—1967, ia mempunyai peranan penting di dalam sejarah perebutan kembali Papua Barat. Pada tanggal 17 Agustus 1956 Presiden Soekarno mengumumkan pembentukan Propinsi Perjuangan Irian Barat dengan Ibu kota sementara di Soa-Sio Tidore. Keputusan tersebut diambil oleh Presiden Soekarno dengan alasan Papua serta pulau-pulau sekitarnya merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore sejak ratusan tahun lalu. Sultan Zainal Abidin Syah kemudian ditetapkan sebagai Gubernur sementara propinsi perjuangan Irian Barat pada tanggal 23 September 1956 di Soa-Sio Tidore (SK Presiden RI No. 142/ Tahun 1956, Tanggal 23 September 1956). Selanjutnya sesuai SK Presiden RI No. 220/ Tahun 1961, Tanggal 4 Mei 1962, ia ditetapkan sebagai gubernur tetap Propinsi Irian Barat. Sebagai gubernur Sultan Zainal Abidin Syah diperbantukan pada Operasi Mandala di Makassar (TRIKORA) Perjuangan Pembebasan Irian Barat.
Sultan Zainal Abidin Syah memegang jabatan gubernur Irian Barat sampai tahun 1961, Selanjutnya beliau menetap di Ambon hingga wafat pada tanggal 4 Juli 1967 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kapahaha Ambon, selanjutnya pada tanggal 11 Maret 1986, pihak keluarga kesultanan Tidore memindahkan kerangka Sultan Zainal Abidin ke Soa Sio Tidore dan disemayamkan di Sonyine Salaka (Pelataran Emas) Kedaton Kie Soa-Sio Kesultanan Tidore.






0 komentar:
Posting Komentar