Keindahan dan keberagaman Indonesia dari budaya yang semarak dan tradisi yang kaya hingga tujuan wisata yang menakjubkan di seluruh kepulauan di indonesia tercinta
Lagu-lagu pramuka yang ber-irama cerdas dan riang selalu setia menemani anggota pramuka, baik pada saat latihan rutin maupun berkemah, mengajak generasi bangsa untuk selalu memiliki jiwa dan keyakinan yang mantap dalam mengisi pembangunan nasional.
Lagu anak Indonesia walaupun lirik lagunya singkat tapi isinya syarat dengan pesan orang tua terhadap anaknya. Bagi ada yang mempunyai anak kecil, sangat baik jika menguasai lagu-lagu khusus untuk anak-anak karena disamping liriknya mudah diingat juga lagu lagu tersebut mengandung pesan moral yang baik bagi anak kita tercinta.
Nusantara Indonesia yang bergitu luas terdiri dari beragam macam etnis dan suku budaya yang masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya. Salah satu budaya daerah yang selalu menjadi kebanggaan daerah masing-masing bahkan menjadi kebanggaan nasional adalah berupa Lagu Daerah.
Lagu atau musik perjuangan ialah lagu yang membangkitkan semangat persatuan untuk melawan penjajah. Mengingat, mengenang, memperkenalkan kepada generasi muda bangsa indonesia bagaimana semangat dan perjuangan pahlawan-pahlawan yang telah berjasa membela negara di masa lampau.
Indonesia kaya akan Keindahan alamnya, masing-masing punya pesona dan keistimewaan khas tersendiri yang tak akan dapat ditemukan di belahan bumi manapun. Tidak hanya itu, tempat wisata buatan pun juga ikut meramaikan bursa tempat wisata pilihan di indonesia. Dengan mengetahuinya kita akan tertarik, namun dengan menyaksikannya langsung akan membuat decak kagum terpesona.
Indonesia sebagai bangsa yang besar dan memiliki keanekaragaman suku dan budaya memiliki jutaan warisan karya kebudayaan yang perlu dijaga dan dilestarikan oleh seluruh anak bangsa, seringnya budaya milik indonesia yang diklaim sebagai budaya asli negara lain.
KH. Zainal Mustafa, seorang tokoh ulama dan pejuang yang gigih, memainkan peran penting dalam perlawanan melawan penjajahan Jepang di Jawa Barat.
Biografi beliau mencerminkan dedikasi yang luar biasa dalam perjuangan kemerdekaan dan pengembangan pendidikan Islam, terutama melalui pendirian pesantren di Tasikmalaya. Berikut ini adalah perjalanan hidup KH Zainal Mustafa, dari masa kecil hingga perjuangan besarnya melawan penjajah.
Masa Muda dan Pendidikan KH Zainal Mustafa
KH Zainal Mustafa lahir pada 1 Januari 1899 di Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan nama kecil Hudaemi. Sepulang dari ibadah haji pada tahun 1927, beliau mengganti namanya menjadi Zainal Mustafa.
Pendidikan formalnya dimulai di Sekolah Rakyat, namun minat mendalamnya pada ilmu agama membawanya berguru kepada para ulama terkemuka di berbagai pesantren, termasuk Pondok Pesantren Gunung Pari. Selama 17 tahun, Hudaemi mendalami ilmu agama hingga akhirnya memutuskan untuk mendirikan pesantren sendiri.
Pada tahun 1927, KH Zainal Mustafa mendirikan Pondok Pesantren Sukamanah di Desa Cikembang, yang kelak menjadi pusat pendidikan agama di Tasikmalaya. Di sini, beliau tak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga menanamkan nilai-nilai akidah Islam, terutama paham Syafi'i, kepada para santrinya. KH Zainal Mustafa segera dikenal sebagai ulama yang disegani dan kerap memberikan ceramah agama di berbagai daerah di Tasikmalaya.
Pendirian Pesantren dan Perlawanan Terhadap Penjajahan
Pada tahun 1933, KH Zainal Mustafa bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan dipercaya sebagai Wakil Ro'is Syuriah di cabang NU Tasikmalaya. Keteguhan beliau dalam menyebarkan agama Islam di tengah situasi politik yang sulit membuatnya harus menghadapi tantangan besar, terutama dari pemerintah kolonial Belanda yang mengawasi dengan ketat kegiatan di pesantren. Namun, KH Zainal Mustafa tidak gentar, bahkan mengadakan pertemuan rahasia untuk melawan penjajahan Belanda.
Pada 17 November 1941, karena dianggap mengancam stabilitas kolonial, KH Zainal Mustafa bersama beberapa rekan ditangkap oleh pemerintah Belanda. Namun, perjuangannya tidak berhenti di situ. Setelah Belanda menyerah kepada Jepang pada Maret 1942, KH Zainal Mustafa tetap menunjukkan sikap tegas dalam melawan penjajahan, kali ini terhadap Jepang.
Perlawanan Terhadap Jepang dan Pengorbanan di Sukamanah
KH. Zainal Mustafa menentang keras kebijakan Jepang, terutama terkait dengan aturan "Seikerei" (sikap tunduk kepada Kaisar Jepang), yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam.
Beliau bersama para muridnya menolak keras untuk mengikuti aturan ini. Puncaknya, pada 25 Februari 1944, terjadi pertempuran sengit di Sukamanah saat tentara Jepang mencoba menangkapnya. Meskipun pasukan Jepang berhasil memenangkan pertempuran tersebut, perlawanan dari KH Zainal Mustafa dan pengikutnya telah meninggalkan dampak yang besar.
KH. Zainal Mustafa akhirnya ditangkap dan diadili di Jakarta bersama 23 orang lainnya. Di Tasikmalaya, sebanyak 79 orang yang ikut terlibat dalam peristiwa ini dijatuhi hukuman penjara. KH Zainal Mustafa sendiri dieksekusi oleh tentara Jepang, dan jasadnya awalnya dimakamkan di Ancol, sebelum dipindahkan ke Sukamanah pada 25 Agustus 1973.
Penghormatan dan Penghargaan Atas Perjuangan KH. Zainal Mustafa.
Atas jasa dan keberaniannya dalam melawan penjajahan, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Pergerakan Nasional kepada KH. Zainal Mustafa pada tahun 1972 melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.
Kisah hidup KH. Zainal Mustafa terus menjadi inspirasi hingga kini, mengajarkan generasi muda untuk senantiasa berjuang demi kebenaran dan kemerdekaan. Sebagai tokoh pejuang, beliau adalah simbol keteguhan hati yang pantang menyerah dalam melawan penjajahan.
Setiap anak utang budi sangat besar pada orang tuanya. Ibu merupakan makhluk Allah yang diciptakan untuk bisa mengandung, melahirkan, dan menumbuhkembangkan anaknya masing-masing. Cinta ibu melebihi kecintaannya kepada pribadinya sendiri. Bagi ibu, ibarat tidak makan tidak masalah yang penting anaknya bisa makan karena saking cintanya seorang ibu kepada anak. Setelah ibu, ada orang lain yang juga mempunyai kasih sayang besar kepada seorang anak, yaitu sosok ayah walaupun levelnya masih di bawah ibu.
Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari kakeknya Bahz, ia memerintahkan untuk menghormati ibu sebanyak tiga kali lipat dibanding ayah. Hadits ini tidak berarti ayah tidak terhormat. Hormat kepada ayah tetap wajib, sedangkan kewajiban hormat kepada ibu tiga kali lipat daripada hormat kepada ayah, baru kemudian kerabat paling dekat, dekat, dan mulai yang lebih jauh.
Artinya: “Saya tanya kepada Rasulullah ﷺ, ‘Ya Rasul, siapa yang paling berhak saya sikapi dengan sebaik mungkin?’ Jawab Rasul, ‘Ibumu’, ‘Lalu siapa lagi, Ya Rasul?’ ‘Ibumu’, ‘Siapa lagi, Ya Rasul?’ ‘Ibumu’. 'Lalu siapa lagi?' ‘Baru kemudian bapakmu, keluarga terdekat, dekat, dan seterusnya”.(Musnad Ahmad: 20048)
Dalam hadits lain, ada seorang sahabat yang sudah bersusah payah sepenuh tenaga mencurahkan keringatnya untuk membahagiakan ibunya. Saat lelaki itu melaporkan kebaikannya kepada Baginda Nabi, Rasulullah menyatakan bahwa hal tersebut tidak bisa membalas secara seimbang dengan jerih payah yang dilakukan ibu walau satu tarikan napas panjangnya. Sebab, lazimnya seorang ibu melayani anak dengan harapan akan panjang umurnya, tapi seorang anak merawat ibu dengan harapan pendek umurnya supaya tidak merepotkan.
Artinya: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki datang kepada Nabi ﷺ, lalu bertanya ‘Sesungguhnya saya mempunyai seorang ibu, dia saya gendong di punggung saya. Saya tidak pernah bermuka masam kepadanya. Upah kerja saya kasihkan kepada dia. Apakah yang demikian itu saya telah membalas budinya?’ Rasulullah ﷺ menjawab ‘Belum, walau satu tarikan napas panjangnya’. Orang tersebut kemudian bertanya lagi ‘Mengapa demikian ya Rasulullah?’ Jawab Rasul, ‘Karena ibumu memelihara kamu dengan berharap agar kamu panjang umur, sedangkan kamu memeliharanya itu dengan berharap ia lekas mati”.(HR. Abul Hasan al-Mawardi)
Abu Umamah pernah bercerita dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah. Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah:
Artinya: “Ya Rasulallah, apa hak yang semestinya diterima oleh kedua orang tua dan harus dipikul oleh anaknya?, jawab Rasul ‘Mereka adalah surga dan nerakamu”.(HR. Ibnu Majah: 3662)
Dalam hadits ini dijelaskan bahwa kedua orang tua adalah di antara faktor seorang anak bisa masuk surga atau neraka. Apabila anak patuh kepada orang tua, berarti bisa masuk surga. Jika anak tidak patuh, berarti neraka. Maksud kepatuhan di sini selama tidak sampai melanggar norma agama. Jika melanggar norma, tidak boleh diikuti petunjuknya karena aturannya adalah tidak ada ketaatan untuk maksiat kepada Tuhan.
Masih banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang hubungan orang tua terhadap anak maupun sebaliknya. Namun sehebat apa pun orang yang hidup di alam dunia ini, pastilah akan merasakan kematian. Ibu dan ayah masing-masing merupakan makhluk Allah subhanahu wa ta’ala yang sudah digariskan oleh Allah pasti akan mengalami kematian. Sebagai balas budi anak kepada kedua orang tua, bagaimana sikap anak kepada orang tua ketika mereka sudah meninggal dunia? Abu Usaid pernah menceritakan sebuah hadits berikut:
Artinya: “Suatu ketika saya sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia bertanya kepada Rasul, ‘Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal?’ Rasul lalu menjawab, ‘Iya, ada empat hal, yaitu (1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal”.(Musnad Ahmad: 16059)
Hadits di atas dapat dipahami bahwa memintakan ampun kepada orang yang sudah meninggal adalah bermanfaat sebab Rasulullah memerintahkan untuk mendoakan kedua orang tua yang meninggal. Rasul tidak pernah menyuruh kepada orang dengan kegiatan yang sia-sia (mulghah). Semua perkataan Nabi Muhammad adalah wahyu. Dia tidak pernah berbicara sesuai keinginan hawa nafsuya. Selain itu, istighfar atau memohonkan ampunan bagi orang tua yang meninggal juga diperintahkan.
Pelajaran yang bisa dipetik lagi dari hadits di atas dan hal ini banyak dilupakan oleh generasi saat ini adalah memuliakan teman-temannya orang tua dan menyambung persaudaraan baik dari jalur ayah maupun jalur ibu. Keduanya sangat penting supaya orang-orang di sekeliling mereka akan selalu terjaga hubungannya. Istilah lain dalam bahasa Jawa, supaya tidak kepaten obor (api silaturahim padam begitu saja).
Dengan demikian, berbakti kepada kedua orang tua tidak berhenti saat mereka masih hidup, namun sampai mereka meninggal pun, anak tetap harus berbakti kepada mereka dengan cara-cara yang dituntunkan oleh Rasulullah ﷺ.
Kematian bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari kehidupan baru di alam barzakh. Dalam ajaran Islam, ruh orang yang telah meninggal tetap hidup dalam dimensi yang berbeda. Mereka dapat merasakan kebahagiaan atau kesedihan sesuai dengan amal perbuatannya semasa hidup. Bagi orang tua yang telah wafat, ada satu hal yang sangat mereka nantikan dari dunia: doa dari anak-anaknya.
1. Kehidupan Setelah Kematian Menurut Al-Qur’an
Allah ﷻ menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa setelah kematian, manusia akan memasuki alam barzakh yaitu tempat menunggu sampai hari kebangkitan.
“Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding pembatas) sampai hari mereka dibangkitkan.”(QS. Al-Mu’minun: 100)
Ayat ini menegaskan bahwa setelah meninggal, ruh seseorang berada di alam penantian. Di sana, mereka bisa mendapatkan nikmat kubur atau azab kubur, tergantung amal mereka di dunia.
2. Orang Tua yang Beriman Akan Mendapat Nikmat di Alam Kubur
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila seorang hamba diletakkan di kuburnya, lalu ia menjawab pertanyaan malaikat dengan benar, maka dibukakanlah untuknya pintu surga. Ia pun mencium baunya dan merasa tenang.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Bagi orang tua yang beriman, kuburnya menjadi taman dari taman-taman surga. Ruh mereka mendapatkan ketenangan, terutama jika mereka memiliki anak-anak saleh yang senantiasa mendoakan.
3. Doa Anak: Hadiah Terindah untuk Orang Tua
Rasulullah ﷺ bersabda:“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa doa anak saleh tidak hanya sampai kepada orang tua, tetapi juga menjadi sebab kebahagiaan dan cahaya bagi mereka di alam kubur. Setiap kali seorang anak membaca Al-Fatihah, istighfar, atau sedekah atas nama orang tuanya pahala itu langsung dikirimkan kepada ruh mereka.
4. Ruh Orang Tua Menunggu Kiriman Doa dari Dunia
Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa ruh orang yang telah wafat mengetahui amalan keluarganya di dunia. Para ulama menjelaskan bahwa ruh orang beriman merasa gembira ketika mendapatkan kiriman doa, dan bersedih ketika keluarganya lupa mendoakannya.
Imam As-Suyuthi dalam Syarh As-Sudur menulis:“Sesungguhnya mayit bergembira dengan kebaikan yang dilakukan oleh keluarganya, dan pahala amalan itu disampaikan kepada mereka.”
Oleh karena itu, doa anak sangat berarti bagi orang tua. Mereka menunggu kiriman doa seperti seseorang yang menunggu kabar gembira dari orang yang dicintai.
5. Cara Anak Mengirimkan Doa untuk Orang Tua
Berikut amalan sederhana yang bisa dilakukan agar orang tua mendapatkan ketenangan di alam kubur:
Membaca Al-Fatihah dan menghadiahkannya untuk ruh kedua orang tua, ➤ “Khushushon ilaa ruuhi abii wa ummii, Al-Faatihah…”
Sedekah apa pun, baik makanan, uang, atau bantuan kepada yang membutuhkan.
Menjaga amal saleh dan akhlak baik, karena itu menjadi kebanggaan ruh orang tua di alam kubur.
6. Tanda Orang Tua Bahagia di Alam Kubur
Beberapa tanda ruh orang tua yang tenang dan bahagia di alam barzakh menurut penjelasan ulama:
Anak-anaknya rajin berdoa dan beramal saleh.
Ada ketenangan dalam keluarga setelah kepergian mereka.
Mimpi indah melihat orang tua tersenyum atau berpakaian putih.
Hati terasa damai setiap kali mendoakan mereka.
Tanda-tanda ini adalah pertanda baik bahwa doa anak diterima dan ruh orang tua mendapatkan ketenangan.
Kesimpulan
Setelah meninggal dunia, orang tua kita tidak hilang begitu saja. Mereka menunggu kiriman doa, bacaan Al-Fatihah, dan sedekah dari anak-anaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ, “Anak saleh yang mendoakan orang tuanya” adalah amal yang terus mengalirkan pahala dan menjadi sumber kebahagiaan di alam kubur.
Maka, jangan lewatkan hari tanpa mendoakan mereka. Sebab, doa seorang anak adalah cahaya yang menerangi kubur orang tua.