PERISAI MUKMIN CHANNEL YOUTUBE

Berbagi kumpulan shalawat Nabi dan dzikir yang sangat baik di amalkan dalam kehidupan sehari hari

MP3 LAGU-LAGU PRAMUKA

Lagu-lagu pramuka yang ber-irama cerdas dan riang selalu setia menemani anggota pramuka, baik pada saat latihan rutin maupun berkemah, mengajak generasi bangsa untuk selalu memiliki jiwa dan keyakinan yang mantap dalam mengisi pembangunan nasional.

MP3 LAGU ANAK INDONESIA

Lagu anak Indonesia walaupun lirik lagunya singkat tapi isinya syarat dengan pesan orang tua terhadap anaknya. Bagi ada yang mempunyai anak kecil, sangat baik jika menguasai lagu-lagu khusus untuk anak-anak karena disamping liriknya mudah diingat juga lagu lagu tersebut mengandung pesan moral yang baik bagi anak kita tercinta.

MP3 LAGU DAERAH NUSANTARA INDONESIA

Nusantara Indonesia yang bergitu luas terdiri dari beragam macam etnis dan suku budaya yang masing-masing memiliki kebudayaan yang berbeda satu sama lainnya. Salah satu budaya daerah yang selalu menjadi kebanggaan daerah masing-masing bahkan menjadi kebanggaan nasional adalah berupa Lagu Daerah.

MP3 LAGU PERJUANGAN DAN WAJIB NASIONAL

Lagu atau musik perjuangan ialah lagu yang membangkitkan semangat persatuan untuk melawan penjajah. Mengingat, mengenang, memperkenalkan kepada generasi muda bangsa indonesia bagaimana semangat dan perjuangan pahlawan-pahlawan yang telah berjasa membela negara di masa lampau.

JELAJAH WISATA DI INDONESIA

Indonesia kaya akan Keindahan alamnya, masing-masing punya pesona dan keistimewaan khas tersendiri yang tak akan dapat ditemukan di belahan bumi manapun. Tidak hanya itu, tempat wisata buatan pun juga ikut meramaikan bursa tempat wisata pilihan di indonesia. Dengan mengetahuinya kita akan tertarik, namun dengan menyaksikannya langsung akan membuat decak kagum terpesona.

77 WARISAN BUDAYA INDONESIA

Indonesia sebagai bangsa yang besar dan memiliki keanekaragaman suku dan budaya memiliki jutaan warisan karya kebudayaan yang perlu dijaga dan dilestarikan oleh seluruh anak bangsa, seringnya budaya milik indonesia yang diklaim sebagai budaya asli negara lain.

Minggu, 16 Maret 2025

Sejarah Gayo

sejarah gayo
SENGEDA
Raja Sengeda menikah dengan seorang janda yang bernama Cut Meurah Ati. Cut Meurah Ati merupakan putri dari Teuku Cik Ahmad dari Kerajaan Meureudu di Aceh Pidie. Cut Meurah Ati sebelumnya telah memiliki dua orang Putra yaitu Empu Kolak dan Panglima Perang Dagang. 

Sebelum prosesi pernikahan, Sengeda berjanji kepada dua orang putra tirinya, bahwa kelak jika sudah sampai waktunya, mereka akan diserahi jabatan raja di daerah Bukit. Namun beberapa tahun kemudian pernikahan Sengeda dengan Cut Meurah Ati membuahkan keturunan yang diberi nama Menet.

Karena jumlah penduduk di Bukit semakin bertambah maka akhirnya ditetapkanlah ketiga anak dari Sengeda menjadi pembantu Kejurun. Empu Kolak diangkat sebagai menteri pertanahan, Panglima Perang Dagang didaulat sebagai Panglima Kejurun Bukit, sedangkan Menet dipercaya sebagai menteri urusan pemerintahan. Selain itu diangkat pula Lanang Berjeje sebagai penasehat Kejurun. 

Setelah ketiga putranya sudah semakin berusia dewasa, maka akhirnya Empu Kolak diangkat sebagai Reje Gunung, Panglime Perang Dagang diangkat sebagai Reje Bukit Lah, sedangkan Menet diangkat sebagai Reje Bukit Iwih. Mereka semua tetap mengakui Kekuasaan Ayahnya, diatas kekuasaan mereka.

Ref: 
-Dien Madjid, Sejarah Sosial Gayo Abad XIV-XVII M, MaharaPublishing, 2020.
-IPKK, Ekpedisi Kerajaan Linge, Buntul Linge dan Gerpa, 2022.
sejarah gayo

Ilmu Kebal Letnan Komarudin

ILMU KEBAL LETNAN KOMARUDIN
Letnan Komarudin atau yang memiliki nama asli Eli Yakim Teniwut, adalah salah satu prajurit yang dikenal dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret.

Letnan Komarudin juga dikenal sebagai sosok yang kebal peluru. Letnan Komarudin adalah komandan peleton di SWK 101, Brigade X pimpinan Mayor Sardjono (saat itu anak buah Letnan Kolonel Soeharto).

Sebelumnya, Komarudin adalah mantan prajurit PETA. Pria kelahiran Maluku Tenggara ini dikenal sebagai sosok yang kebal peluru oleh anak buahnya. Kisah ini sering diceritakan oleh para mantan anak buahnya.

Dalam setiap pertempuran yang dilaluinya, Letnan Komarudin selalu dikenal sebagai sosok yang pemberani dan kebal peluru. Ketika memimpin serangan terhadap tentara Belanda, Letnan Komarudin sering kali maju menyerang sendirian.

Menariknya, meskipun pasukan Belanda terus meluncurkan pelurunya, tapi tak ada satupun yang mengenai Letnan Komarudin.

“Entah mungkin karena nasib Komarudin waktu itu belum waktunya atau betul-betul karena dia anti peluru. Tapi yang jelas Komarudin tidak mati,” ungkap Hendi Jo, seorang sejarawan.

Anak buahnya menyebut Letnan Komarudin kebal peluru karena diyakini memiliki garis keturunan dari Bantengwareng, salah satu panglima perang Pasukan Diponegoro. 

Berkat darah keturunan dari orang-orang sakti tersebut, banyak anggota pasukannya percaya bahwa ia kebal terhadap senjata apa pun.

Sejarah Lahirnya Kota Ambon

Sejarah Lahirnya Kota Ambon: Anomali Kelahiran Kotaku

Oleh : M. Azis Tunny

Pada kenyataannya, fakta tentang kelahiran Ambon yang dilegitimasi sekelompok intelektual dalam forum akedimis Universitas Pattimura (Universitas Pattimura) tahun 1972, adalah sebuah penyimpangan sejarah yang dilakukan secara sadar karena ditetapkannya 7 September sebagai hari ulang tahun kota Ambon.

Sejarawan dan para intelektual Maluku bersepakat bahwa peristiwa dibangunnya benteng Portugis “Nossa Senhora de Anunciada” menjadi cikal bakal berdirinya kota Ambon. Benteng yang kini dikenal dengan nama Nieuw Victoria itu menjadi entitas yang mengawali tapak sejarah Ambon. Lebih dari empat abad lamanya.

Sebagai benteng Portugis yang kental dengan tradisi Katolik, panglima armada Portugis di Maluku, Sancho de Vasconcelos, memilih tanggal peletakan batu pertama benteng bertepatan dengan “pesta anunsiasi” yang dalam tradisi Katolik diperingati sebagai Hari Acunciada, saat dimana Maria diberi kabar suka-cita oleh malaikat Gabriel tentang kelahiran Yesus. Benteng ini juga diberi nama sesuai peringatan liturgis itu “ Nossa Senhora de Anunciada ”, atau dapat diartikan “Benteng Bunda Kita yang Diwartakan Kabar Gembira.”.

Bukan alasan tanpa Portugis memilih 25 Maret untuk pembangunan Benteng Anunciada. Dalam antropologi bangsa yang tunduk kepada Kepausan Roma itu, filsafat sosiologi Portugis tak bisa dilepas-pisahkan dari spritualitas Kekatolikan.

Antropologi populer menyatu dengan filsafat sosial ini, “Jika bukan Tuhan yang membangun rumah sia-sialah orang yang membangunnya”. Keyakinan antropologis tersebut begitu nyata dalam praktik kaum Portugis menyelaraskan pembangunan pada perayaan-perayaan keagamaan.

Dasar antropologis ini juga terlihat dalam pembangunan benteng-benteng lain di Maluku. Benteng João Bautista (St. John) dibangun tahun 1522 di Ternate dengan memilih perayaan hari St. Johanes Pembaptis yang jatuh pada 24 Juni. Oleh Panglima Ternate António de Britto, benteng ini disebut Nossa Senhora del Rosario (Benteng Ratu Rosario), yang kelak menjadi Benteng São Paolo

Portugis membangun benteng Dos Reis Magos (Tiga Raja atau Majus Bijaksana) di Tidore pada 6 Januari 1576 mengikuti perayaan liturgi “Tiga Raja dari Timur Mengunjungi Bayi Yesus di Betlehem.” Pesta ini jatuh pada tanggal 6 Januari. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Portugis menempatkan hari berdirinya Nossa Senhora da Anunciada pada tanggal 25 Maret (1576) sebagai Hari Anunciada (H. Jacobs, 1974).

Pada kenyataannya, fakta tentang kelahiran Ambon yang dilegitimasi sekelompok intelektual dalam forum akedimis Universitas Pattimura (Universitas Pattimura) tahun 1972, adalah sebuah penyimpangan sejarah yang dilakukan secara sadar karena ditetapkannya 7 September sebagai hari ulang tahun kota Ambon.

Keputusan ini menjadikan Ambon sebagai satu-satunya kota di dunia yang kelahirannya begitu anomali. Tanggalnya diambil dari peristiwa yang berbeda dari tahunnya.

Kesalahan sejarah ini terjadi pada masa Walikota Ambon, Matheos H. Manuputty (Walikota Ambon ke-9) yang membentuk dan mengangkat panitia khusus sejarah kota Ambon dengan tugas menggali dan menentukan hari lahir kota Ambon.

Seminar ini juga dimotori Keguruan Fakultas Unpatti pada tanggal 14 hingga 17 Nopember 1972, dengan ketua Drs. John Sitanala (Dekan Fakultas Keguruan Unpatti), wakil ketua Drs. John A. Pattikayhatu (Ketua Jurusan Sejarah Unpatti), dan Sekretaris Drs. ZJ Latupapua (Sekretaris Fakultas Keguruan Unpatti).

Seminar lalu menetapkan hari lahir Kota Ambon jatuh pada tanggal 7 September 1575. Untuk pertama kalinya HUT Kota Ambon diperingati pada tanggal 7 September 1973, setahun setelah seminar membuat keputusan itu. Tahun 1575 diambil sebagai patokan berdirinya kota Ambon berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dikemukakan dalam seminar bahwa pada tahun tersebut dimulainya pembangunan benteng “Kota Laha” di dataran Honipopu. Benteng Portugis yang bernama asli “Nossa Senhora de Anunciada”.

Sedangkan penetapan 7 September didasari peninjauan sejarah bahwa pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda, untuk menentukan Pemerintahan Kota melalui wakil-wakilnya di Gemeeteraad (Dewan Kota) berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal pada tanggal 7 September 1921 (Staatblad 92 Nomor 524) yang mengartikulasi kemandirian kota Ambon. Dari sini kemudian ditetapkan sebagai hari berdirinya kota Ambon

Dokumen Portugis dan Gereja Katolik menunjukkan fakta lain, yang justru menyajikan bukti sejarah sekaligus memvalidasi hari bersejarah Ambon. Surat Kapten Estevão Teixeira de Macedo tertanggal 2 Juni 1601 perihal berdirinya kota yang juga disebut Cidade de Amboino (Kota Amboina atau Ambon). De Macedo adalah Kapten “Nossa Senhora da Anunciada” sebelum kapten terakhir Gaspar de Melo yang menyerahkan benteng ini kepada Belanda tahun 1605 karena kalah perang.

Dalam surat yang tersimpan di Saville (Spanyol) itu, de Macedo menulis bahwa entitas awal kota Amboina adalah pada tanggal 25 Maret 1576, ketika batu pertama “Nossa Senhora da Anunciada” terletak di tepi teluk bernama Honipopu. Saksi mata abad ke-17 dan ke-18, baik Rumphius, Valentijn dan Rijali, menyebutkan, penduduk pulau Ambon ketika itu lebih mengenal Benteng Portugis itu dengan sebutan “Kota Laha” yang berarti benteng (kota) di teluk (laha).

Merujuk pada dua momentum yang berbeda baik tanggal maupun tahun kelahiran kota Ambon, tentu saja keotentikan sejarahnya perlu ditinjau kembali.

Hasil keputusan seminar buah pikir manusia tentu masih bisa diubah, mengingat sifatnya tidak final. Sejarah yang nantinya kita wariskan kepada anak-cucu sebaiknya sebuah kebenaran, bukan rekayasa dan pemutar-balikan fakta.

Otentitas sejarah yang bebas nilai dan kepentingan sangatlah penting, bukan saja pada tataran teoritis dan pertanggungjawaban intelektualitas, tetapi juga pemaknaan dan aktualisasinya.

Kebohongan sejarah yang telah kita ketahui bersama sudah memunculkan kesadaran kritis secara kolektif untuk mengoreksinya. Bukan membiarkan, apalagi mengakuinya sebagai sebuah kebenaran.

Filsuf Jerman Georg Gadamer yang terkenal dengan karyanya Kebenaran dan Metode (Wahrheit und Methode) menegaskan, masa lalu sebagai arus bagi manusia bergerak dan berpartisipasi dalam setiap tindakan pemahaman. Pemahaman tersebut dapat diartikan pemahaman dalam arti luas, seperti pemahaman sebagai makhluk berbudaya yang memiliki cara berpikir dalam menangkap segala peristiwa.

Bila manusia kehilangan sejarahnya, maka manusia itu tidak memiliki pemahaman mengenai dirinya. Sejarawan Arthur Marwick Menyebutkan kelompok masyarakat tersebut akan mengambang tanpa memiliki pengetahuan diri.

Penulis Rusia, Marxim Gorki mengatakan “rakyat harus mengetahui sejarahnya”. Mengapa kita berbicara tentang sejarah? Jawabnya, karena sejarah menentukan pemahaman mengenai keberadaan dan perkembangan kita.

Lalu, bagaimana dengan keberadaan sejarah kita yang sementara menjadi menghuni kota bernama Ambon ini? Kalau sejarah awalnya sudah menyimpang, bagaimana kita bisa menulis sejarah Ambon secara benar setelah itu?

Saran penulis untuk kita mengoreksi sejarah kelahiran kota Ambon yang anomali ini adalah dengan tidak merayakan atau memperingati HUT Ambon tanggal 7 September, bukan saja tahun ini tetapi juga pada tahun-tahun mendatang. Pemerintah Ambon sudah saatnya menggali kembali fakta dan kebenaran sejarah dengan tidak membiarkan sebuah kesalahan melegitimasi hakekat dari keberadaan kota manise ini. 

Penulis adalah Direktur Lembaga Studi Politik dan Demokrasi (LSPD)

Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa
SULTAN AGENG TIRTAYASA ATAU LEBIH DIKENAL PANGERAN SURYA ADALAH SALAH SATU TOKOH PAHLAWAN DARI KESULTANAN NUSANTARA YANG MELAWAN PENJAJAH VOC

Sulthan Maulana Syarif 'Abdul-Fattah al-Mafaqih atau Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Haji (lahir di Kesultanan Banten, 1631 – meninggal di Batavia, Hindia Belanda, 1692 pada umur 60–61 tahun) adalah sultan Banten ke-6. Ia naik takhta pada usia 20 tahun menggantikan kakeknya, Sultan Abdul Mafakhir yang wafat pada tanggal 10 Maret 1651, setelah sebelumnya ia diangkat menjadi Sultan Muda dengan gelar Pangeran Adipati atau Pangeran Dipati, menggantikan ayahnya yang wafat lebih dulu pada tahun 1650.

BIOGRAFI
Sultan Ageng Tirtayasa adalah putra dari Sulthan Abul Ma'ali Zakaria (Sultan Banten periode 1640–1650) dan Ratu Martakusuma. Sejak kecil ia bergelar Pangeran Surya, kemudian ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda yang bergelar Pangeran Dipati. Setelah kakeknya meninggal dunia pada tanggal 10 Maret 1651, ia diangkat sebagai Sultan Banten ke-6 dengan gelar Sulthan 'Abdul-Fattah al-Mafaqih.

Nama Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang).

PEMERINTAHAN
Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Banten mencapai masa kejayaanya. Ia berusaha keras melakukan modernisasi terhadap Banten dan menjadikannya sebagai pusat kegiatan Muslim di Kepulauan Indonesia. Dia mengirim putranya ke Mekah dengan perintah untuk pergi dari sana ke Turki dengan harapan dapat menjalin hubungan baik dengan kekuatan utama Islam. Pada saat itu juga, ia dan putranya mencoba menghimpun pengikut di kalangan para penasihat dan petualang Eropa. Prestasi terbesar dalam pemerintahannya adalah penataan perdagangan luar negeri. Seperti raja Makassar, ia menyambut baik pedagang dari Britania, Denmark, Prancis di pelabuhan-pelabuhannya. Melalui bantuan-bantuan orang Eropa ini dia mulai melengkapi kapal-kapalnya sendiri yang dibawa nahkoda asal Eropa berlayar ke Filipina, Makau, Benggala, dan Persia. Saudagar-saudagar India, Cina, dan Arab berkumpul di Banten setelah tersingkir dari Malaka dan Makassar. Barang dagangan yang dijual di pasar Batavia sebagian datang dari pelabuhan pesaing di Banten dan gengsi Sultan Tirtayasa naik begitu tinggi sehingga ia menuntut bagian dalam perdagangan pala di Ambon dan dalam perdagangan timah di Semenanjung Malaya, sebuah tuntutan yang ditolak oleh pemerintah di Batavia. Sebelumnya, bahkan bukan di zaman sebelum kedatangan Portugis, perdagangan yang begitu luas terjadi di suatu pelabuhan Indonesia seperti di Banten pada waktu di mana VOC sedang berada di puncak kekuatannya.

PERJUANGAN
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651–1683. Dia memimpin banyak perlawanan terhadap Belanda. Pada masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka. Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia (Nusantara). Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang keagamaan, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti sekaligus penasehat kesultanan. Ia juga memberikan kepercayaan kepada Syekh Yusuf untuk mendidik anak-anaknya tentang agama. Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa juga menikahkan putrinya yang bernama Siti Syarifah dengan Syaikh Yusuf. Ketika terjadi sengketa dengan putra mahkota, Sultan Haji , Belanda ikut campur dengan cara bersekutu dengan Sultan Haji untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim pasukan yang dipimpin oleh Kapten Tack dan Saint-Martin.

HUBUNGAN DIPLOMATIK
Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Kesultanan Banten aktif membina hubungan baik dan kerjasama dengan berbagai kesultanan di sekitarnya, bahkan dengan negara lain di luar Nusantara. Banten menjalin hubungan dengan Turki, Inggris, Aceh, Makassar, Arab, dan kerajaan lain.

Banten dan kerajaan Nusantara lain
Sekitar tahun 1677, Banten mengadakan kerjasama dengan Trunojoyo yang sedang memberontak terhadap Mataram. Tidak hanya itu, Banten juga menjalin hubungan baik dengan Makassar, Bangka, Cirebon dan Inderapura.

Banten dan Prancis
Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menjalin hubungan dagang dan kerja sama dengan pedagang-pedagang Eropa selain Belanda, seperti Inggris, Denmark, dan Prancis.

Pada tahun 1671, Raja Prancis Louis XIV mengutus François Caron, pimpinan Kongsi Dagang Prancis di Asia sekaligus pemimpin armada pelayaran ke Nusantara. Setelah mendarat di pelabuhan Banten, ia diterima oleh Syahbandar Kaytsu, seorang Tionghoa muslim. Pada 16 Juli 1671, raja didampingi oleh beberapa pembesar kerajaan mendatangi kediaman orang-orang Prancis di kawasan Pecinan. Caron meminta izin untuk membuka kantor perwakilan di Banten. Hal itu berangkat dari pengalaman Caron yang pernah bekerja pada VOC dan berambisi membuat kongsi dagang Prancis sebesar VOC. Raja kemudian menanyakan tujuan kongsi dagang mereka, ke mana tujuan kapal-kapal mereka, barang dagangan yang diinginkan, dan jumlah uang tunai yang mereka miliki. Sesudah itu pihak Prancis berusaha menjual barang muatan mereka. Barang-barang dagangan apa saja dapat dijual, kecuali candu yang dilarang keras beredar di Banten.

Caron kembali mengunjungi raja dan menghadiahkan getah damar, dua meja besar (yang dibawa dari Surat, India), dua belas pucuk senapan, dua jenis mortir, beberapa granat, dan hadiah lain.

Caron dan Gubernur Banten kemudian menyetujui perjanjian yang berisi sepuluh kesepakatan mengenai pemberian kemudahan dan hak-hak khusus kepada pihak Prancis, sama dengan yang diberikan kepada pihak Inggris.

Banten dan Inggris
Hubungan baik antara Inggris dan Banten sudah terjalin sejak lama, salah satunya adalah ketika Sultan Abdul Mafakhir mengirimkan surat ucapan selamat pada tahun 1602 kepada Kerajaan Inggris atas dinobatkannya Charles I sebagai Raja Inggris. Sultan Abdul Mafakhir juga memberikan izin kepada Inggris untuk membuka kantor dagang. Bahkan, Banten menjadi pusat kegiatan dagang Inggris sampai akhir masa penerintahan Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1682, karena saat itu terjadi perang saudara antara Sultan dengan putranya, Sultan Haji. Sultan Haji meminta bantuan Belanda, sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa diketahui meminta bantuan dari Kerajaan Inggris untuk melawan kekuatan anaknya itu.

Pada 1681, Sultan Haji mengirim surat kepada Raja Charles II. Dalam suratnya, dia berminat membeli senapan sebanyak 4.000 pucuk dan peluru sebanyak 5.000 butir dari Inggris. Sebagai tanda persahabatan, Sultan Haji menghadiahkan permata sebanyak 1757 butir. Surat ini juga merupakan pengantar untuk dua utusan Banten bernama Kiai Ngabehi Naya Wipraya dan Kiai Ngabehi Jaya Sedana. Tidak lama kemudian, Sultan Ageng Tirtayasa mengirim surat kepada Raja Charles II meminta bantuan berupa senjata dan mesiu untuk berperang melawan putranya yang dibantu VOC.

KELUARGA SULTAN
Sultan Ageng Tirtayasa memiliki 18 orang putera:
1.Sultan Abu Nashar Abdulqahar
2.Pangeran Arya Purbaya
3.Tubagus Abdul
4.Tubagus Rajaputra
5.Tubagus Husaen
6.Tubagus Ingayudadipura
7.Raden Mandaraka
8.Raden Saleh
9.Raden Rum
10.Raden Sugiri
11.Raden Muhammad
12.Tubagus Rajasuta
13.Raden Muhsin
14.Arya Abdulalim
15.Tubagus Muhammad Athif
16.Tubagus Wetan
17.Tubagus Kulon
18.Raden Mesir

Sejak masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, gelar-gelar kebangsawanan Banten ditertibkan: Sultan untuk raja, Pangeran Ratu untuk putra mahkota atau pewaris takhta pertama, Pangeran Adipati untuk pewaris takhta kedua atau adik Pangeran Ratu. Gelar Pangeran Ratu berkembang menjadi Tubagus sementara Pangeran Adipati berkembang menjadi Adipati MAS. Keturunan Tubagus menyebar di daerah Banten / Jawa Barat sementara keturunan Adipati MAS menyebar di Surabaya / Jawa Timur. Di Pemakaman Boto Putih pembagian ini menjadi dasar pembagian kawasan Kasepuhan dan Kanoman.

KEMATIAN & GELAR PAHLAWAN
Pada tahun 1683, Sultan Ageng tertangkap dan dipenjarakan di Batavia. Ia meninggal dunia dalam penjara dan dimakamkan di Tirtayasa.

Atas jasa-jasanya pada negara, Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970, tanggal 1 Agustus 1970.

Nama Sultan Ageng Tirtayasa juga kemudian diabadikan menjadi nama salah satu perguruan tinggi negeri di Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

KESULTANAN NUSANTARA YANG MELAWAN PENJAJAH VOC
KESULTANAN NUSANTARA

Trisakti Kunci Kedaulatan Kemajuan Indonesia

Bung Karno
“TRISAKTI: KUNCI KEDAULATAN & KEMAJUAN INDONESIA”

Sebuah bangsa yang benar-benar merdeka dan berdaulat harus memiliki tiga pilar utama: kedaulatan dalam politik, kemandirian dalam ekonomi, dan kepribadian dalam budaya. Inilah gagasan Trisakti yang dicetuskan oleh Ir. Soekarno yaitu sebuah konsep yang menjadi fondasi utama bagi Indonesia untuk berdiri tegak di tengah percaturan dunia.
Namun, memahami Trisakti bukan sekadar menghafal tiga prinsip tersebut. Soekarno menekankan bahwa ilmu pengetahuan modern serta pemahaman sejarah kebudayaan bangsa adalah kunci untuk benar-benar menginternalisasi gagasan ini. Dengan pemahaman yang mendalam, bangsa Indonesia dapat membangun kekuatan nasional, karakter bangsa, dan arah pembangunan yang jelas.
Lebih dari sekadar konsep, Trisakti adalah panduan strategis bagi Indonesia untuk berinteraksi dengan dunia internasional dengan penuh harga diri dan martabat. Bukan bangsa yang tunduk atau bergantung pada kekuatan asing, tetapi bangsa yang percaya diri dalam menjalin kerja sama ekonomi, politik, dan budaya dengan negara-negara besar secara adil dan menguntungkan.
Di tengah tantangan zaman, Trisakti tetap relevan. Konsep ini menjadi solusi bagi berbagai problematika sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi Indonesia. Namun, membangun karakter bangsa bukanlah perkara mudah. Soekarno mengingatkan bahwa memperbaiki mental dan moral jauh lebih sulit daripada memperbaiki kerusakan material.
Maka, REVOLUSI adalah kunci perubahan! Revolusi bukan sekadar keluhan atau ratapan, tetapi aksi nyata dan ide besar yang terus berkembang sesuai dengan zaman. Perjuangan tidak boleh berhenti, Indonesia harus terus bergerak maju, mencari solusi, dan mengukir sejarah dengan semangat perjuangan yang tidak pernah padam!

Joko Tole Kontraktor Proyek Pintu Gerbang Besi Di Majapahit

JOKO TOLE, KONTRAKTOR PROYEK PINTU GERBANG BESI DI MAJAPAHIT

Joko Tole adalah salah satu Raja dari Kerajaan Sumenep Madura yang kisahnya banyak ditemui dalam legenda masyarakat Madura, Raja ini juga dikisahkan piawai dalam membuat senjata dan pandai dalam ilmu perang.

Joko Tole adalah Raja Sumenep ke 13 yang memerintah pada Tahun 1415 hingga1460 Masehi, ia merupakan anak Raja Sumenep ke 12 yang bernama Adipodai  atau Panembahan Wirakrama (1399-1415 ). Sementara ibunya bernama Potre Koneng, merupakan putri dari  Raden Agung Rawit.

Panembahan Wirakrama menikahi Potre Koneng terjadi sebelum menggantikan kedudukan ayahnya Panembahan Blingi (1386-1415). Kala itu Potre Koneng dalam keadaan mengandung.

Pernikahan Panembahan Wirakrama dengan Potre Koneng didahuli dengan kisah kehamilan Potre Koneng sebelum menikah. 

Sumber legenda menyebutkan bahwa Potre Koneng mengandung anak Panembahan Wirakrama diakibatkan oleh hubungan badan secara gaib, namun hal tersebut tidak dipercayai oleh kebanyakan orang, mereka menganggap anak dalam kandungan Potre Koneng merupakan anak haram, sehingga ketika Potre Koneng melahirkan,  ia menaruhnya di tengah Hutan. Anak itu kelak ditemukan dan di asuh oleh Mpu Kalleng. Ketika besar anak tersebut dikenal dengan nama “Joko Tole”.

Meskipun mulanya sebagai anak yang terbuang, pada akhirnya Joko Tole diakui sebagai anak sah dari pasangan Panembahan Wirakrama dan  Potre Koneng, ia dipulihkan hak-haknya, bahkan dijadikan sebagai Putra Mahkota Kerajaan Sumenep.

Sejak ditemukan di hutan, Joko Tole menjadi tanggung jawab dan pengawasan Mpu Kalleng, ia diangkat anak oleh sang Mpu. Waktu itu Mpu Kalleng merupakan salah satu Pandai Besi yang terkenal di Sampang, ia dikenal sebagai pandai besi yang handal dalam membuat alat-alat pertanian hingga senjata.

Sejak dari Kanak-kanak,  Joko Tole senang memperhatikan Mpu Kelleng saat bekerja membuat alat-alat pertanian dari besi. Ketika Joko Tole ingin membantu ayah angkatnya, Mpu Kelleng kerap melarangnya. Sang Mpu takut anak angkatnya yang masih kecil itu terluka.

Suatu ketika,  saat Mpu Kelleng pergi beistirahat, Joko Tole mencoba membuat senjata dan alat-alat lainnya dari besi, hasilnya ternyata bagus. Maka setelah Mpu Kelleng mengetahui hasil karya Joko Tole, ia sangat gembira sekaligus mengagumi hasil karya anak angkatnya, ia pun mengizikan Joko Tole berkreasi di tempat kerjanya.

Dikemudian hari, Joko Tole menjelma menjadi seorang yang ahli dalam membuat alat-alat dari besi, bahkan ia juga mampu membuat keris yang baik, Keris itu kelak dikenal dengan nama “Jennengan Pakadangan”.

Kerajaan Sumenep kala itu adalah Kerajaan bawahan Majapahit yang pusat pemerintahannya terdapat di Pulau Jawa. Untuk mengasah kemampuan serta menambah wawasan Joko Tole pergi ke Ibu Kota Kerajaan Majapahit, ia mencoba mengadu nasib.

Sesampianya di Majapahit,  ternyata Kerajaan sedang mengerjakan proyek pembangunan pintu gerbang kerajaan yang terbuat dari besi, namun dari pintu gerbang besi yang telah dibuat tidak ada satupun yang disukai Raja, sehingga Raja mengumumkan Sayambara pembuatan Pintu Gerbang dari besi kepada rakyatnya.

Joko Tole yang merasa ahli membuat alat-alat dari besi berkat didikan Mpu Kalleng menjadi tertantang, iapun akhirnya mengikuti Syambara dan benar saja hasil karyanya disukai Raja, sehingga akhirnya Joko Tole diberi hadiah berupa kedudukan yang lumayan terhormat di Majapahit.

Pahlawan Aceh yang tidak dikenal, namun jasanya sangat besar untuk negara

Muhammad Daud  Syah, sultan atau raja terakhir dari Kesultanan Aceh Darussalam
Pahlawan yang tidak dikenal, namun jasanya sangat besar untuk negara.

Beliau adalah Muhammad Daud  Syah, sultan atau raja terakhir dari Kesultanan Aceh Darussalam.

Di masa-masa akhir kekuasaannya, beliau dipaksa untuk menandatangani surat penyerahan kedaulatan Aceh kepada Belanda. Namun Ia menolak dan terus memimpin perlawanan terhadap Belanda.

Sampai akhirnya beliau menyerahkan diri bersebab istri dan anaknya diculik Belanda. Setelah menyerah, beliau dibuang ke Ambon, lalu dipindahkan lagi ke Batavia. Sampai akhir hayatnya beliau tidak diizinkan kembali ke tanah kelahiran dan meninggal di Batavia (Sekarang Jakarta)

Kisahnya sedikit sama dengan Cut Nyak Dien yang juga mesti wafat jauh dari kampung halaman.

Sesaat setelah membaca dari berbagai sumber, saya termenung.

Kenapa saya baru tau? Kenapa informasi tentang beliau tidak semasif sejarah tentang pahlawan lain? Atau bahkan kenapa beliau tidak ditetapkan sebagai pahlawan nasional?

Beliau rela dibuang demi martabat tanah airnya dan meninggalkan tahta tingginya demi kita. Tapi kita bahkan tak tau dia siapa!

#sejarah

Rumah adat Karo dalam mata uang

Rumah adat Karo
Rumah adat Karo dalam mata uang

KEMBALI MENGINGATKAN.. GAMBAR RUMAH  ADAT DI GAMBAR UANG 5 RUPIAH SERI DAI NIPPON TEIKOKU SEIHU.

Menurut pendapat para kolektor dikatakan bahwa uang ini Bergambar rumah adat Minangkabau dan seorang wanita dengan pakaian adat Minangkabau di bagian belakang. Nomor seri SM. 

Di sini saya hendak menyampaikan Pendapat berdasarkan Buku indah berjudul "Former Point of View, Postcards & Literary Passage From Pre-Independence Indonesia", sesuai dengan judulnya, berisi 80 gambar 'Kartupos Kuno' ukuran sebenarnya, plus 16 gambar ukuran kecil, lengkap dengan keterangan mengenai gambar kartuposnya, termasuk lokasi, waktu, pemilik, dan sejarahnya. 

Buku indah ini diterbitkan oleh Yayasan Lontar, pada th. 1995, hard cover dengan sarungnya, berukuran 26.5 x 25 cm, 168 halaman.

Seluruh kartupos sebenarnya hanya hitam putih, tapi ada yang diwarnai dengan tangan, misalnya kartupos 'Kelompok Pejuang Aceh, 'Penghisap Opium', Departement Store, 'Brastagi dan Sibayak' dan yang di cover 'The Ruler of Bone and his Retinue'. 

Tampaknya memang seperti gambar rumah adat Minangkabau pada uang 5 Rupiah Seri Dai Nippon tapi sebelum kita menyimpulkan rumah apa sebenarnya pada uang seri jepang itu marilah kita buka buku Former Point of View, Postcards & Literary Passage From Pre-Independence Indonesia  pada salah satu halamannya yang memuat tentang kartu Pos sebelum kemerdekaan Indonesia atau pada zaman Nederlandsch Indie pada gambar dibawah. 

Menurut Keterangan pada halaman buku tersebut tentang sebuah kartu Pos bergambar 'Rumah Batak' , Rumah itu merupakan kediaman Pak Mblegah, kepala suku Batak Karo pada awal abad XX. Sebagai salah satu rumah Batak yang paling dikenal dan paling besar. 

Terletak di Kabanjahe, antara Brastagi dengan Danau Toba. Sayang sekarang rumah ini sudah tidak ada lagi karena rumah tersebut sudah hancur pada tahun 1946 -47 karena konfrotasi Rakyat terhadap Belanda. 

Keindahan Arsitektur Rumah ini menggugah Pemerintahan Jepang menerbitkan Uang kertas Pecahan 5 rupiah dengan gambar rumah milik pak Mbelga tersebut. Mungkin sudah saatnya kita mengganti pemikiran kita yang selama ini menganggap Gambar uang ini sebagai Rumah Adat Minangkabau.

Rumah adat Karo dalam mata uang

#batak #karo #bumipusaka #rumah

Tentang Sisingamangaraja XII

Raja Sisingamangaraja XII
Tentang Sisingamangaraja XII
1. Sosok Patuan Bosar Sinambela ( Raja Sisingamangaraja XII) adalah sebuah pemimpin yang dapat dijadikan simbol perjuangan dengan berbasis Rakyat “Volks-Lager”. Hal ini terbukti dari perjuangan yang dilakukan beliau dalam menentang Kolonial Belanda, meskipun dengan peralatan 

seadanya, seperti parang, tombak, lembing, dan bedil (jumlah sedikit) beliau tetap melakukan perlawanan bersama rakyat yang menjadi basis perjuangannya. 

2. Patuan Bosar Sinambela (RajaSisingamangaraja XII) merupakan sosok 

Pahlawan yang berjuang dengan gigih mempertahankan tanah Batak dari usaha pencaplokan (aneksasi) yang dilakukan oleh Kolonial Belanda. Dalam menentang kolonial Belanda, beliau menunjukkan sebuah totalitas perjuangan yang tidak setengah-setengah, mengorbankan segala harta benda, bahkan keluarga beliau pun turut serta dalam mendukung perlawanan yang dilakukannya. 

3. Patuan Bosar Sinambela, Sosok yang anti terhadap penindasan dan memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM). Setiap beliau mengunjungi suatu wilayah, Orang-orang yang terpasung harus dilepaskan. 

4. Sisingamangaraja XII sosok pemimpin yang spiritualis, hidup dengan kepercayaan bahwa terdapat kuasa-kuasa yang lain di muka bumi ini (kepercayaan tradisional batak). Beliau adalah sosok Raja Imam “Priester-koning”.

5. Sisingamangaraja sosok yang terbuka terhadap pengaruh luar, bukan Raja yang isolatif hanya pada daerahnya saja. Dapat dilihat bahwa Sistem Raja berampat yang diberlakukan beliau diadaptasi dari Sistem Raja Merampat Aceh. Cap (Stempel) Kerajaan beliau bertuliskan aksara Arab Jawi dan Batak. Menandakan bahwa sosok beliau tidak kaku dan terpaku hanya pada konteks Batak saja. 

6. Dalam bidang politik, Sisingamangraja XII membangun hubungan dengan kerajaan-kerajaan luar. Hal inilah yang membuat ketika terjadi perang melawan kolonial belanda, pasukan Sisingamangaraja turut dibantu oleh pasukan dari Aceh, Padang Bolak, Habinsaran (Asahan).

Raja Sisingamangaraja XII


Sabtu, 22 Februari 2025

Candi Tertua Se-Pulau Jawa Dan Se-Indonesia

Candi Tertua Se-Pulau Jawa Dan Se-Indonesia
CANDI TERTUA SE-PULAU JAWA DAN SE-INDONESIA ADA DI TENGAH-TENGAH MASYARAKAT BETAWI

Para ahli sejarah di Indonesia telah sekian lama meneliti candi ini. Meskipun ukuran candinya tidak besar, tapi ternyata usianya beberapa abad lebih tua jika dibandingkan dengan Candi Borobudur. 

Para ahli juga sangat meyakini jika di area ini masih sangat banyak candi yang terkubur. Belum terungkap. Masih misteri. Candi Borobudur yang berasal dari abad ke -8 saja, terkubur tanah saat pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda. Apalagi candi di wilayah ini yang usianya beberapa abad lebih tua dari Borobudur.  

Bahkan ada sumber berita yang mengatakan jika semua candi itu berhasil tergali, maka Indonesia akan punya komplek percandian yang sangat luas seperti yang ada di Bagan Myanmar. 

Ini adalah komplek percandian Batujaya yang terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tidak jauh juga dari perbatasan Kabupaten Bekasi. 

Candi ini adalah peninggalan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Hindu pertama dan tertua di Pulau Jawa. Kemunculanya hampir 1000 tahun lebih dulu dari Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Bagian Timur. 

Tarumanagara dianggap sebagai kerajaan tertua di Jawa, karena merujuk pada prasasti kerajaan yang ditemukan memiliki angka lebih tua daripada prasasti-prasasti kerajaan lainya di Pulau Jawa. 

Memang kerajaan ini bercorak India. Akan tetapi bukan berarti penghuni mula-mula pulau Jawa (Yavadvipa), khususnya Jawa Bagian Barat yang kini dihuni salah satunya oleh Orang Betawi adalah Orang India. 

Di bagian Barat Pulau Jawa terdapat Piramida Gunung Padang yang disinyalir usianya lebih tua dari Piramida Mesir Kuno. Ini merupakan salah satu bukti yang menunjukan sudah adanya kehidupan manusia sebelum Tarumanagara. Bukti lainya adalah masyarakat lokal di wilayah Pulau Jawa, khususnya Jawa Bagian Barat sudah memiliki keyakinan agama sendiri sebelum adanya agama Hindu dan Budha yang dibawa oleh Orang India. Ini terlihat dari ditemukanya banyak tempat-tempat pemujaan. Sampai sekarang pun agama-agama tua itu masih bisa kita lihat seperti agama Sunda Wiwitan, dan beragam agama kebatinan lainya. 

Tapi, karena kesepakatan para ahli sejarah yang menentukan awal mula dimulainya era sejarah itu setelah adanya peninggalan tulisan, dan karena prasasti adalah salah satu bentuk tulisan, maka Tarumanagara lah yang diakui sebagai awal permulaan era sejarah di pulau Jawa (Yavadvipa / Pulau kaya beras). 

Bangsa India membawa agama Hindu dan Budha. Selain itu juga membawa sistem kerajaan, budaya menulis prasasti, dan kebiasaan membangun Candi di Yavadvipa. Mereka berinteraksi dengan masyarakat lokal yang sudah ada di Nusantara. Memberi warna dalam perjalanan sejarah bagi Bangsa Indonesia. 

Masyarakat Betawi patut berbangga. Karena, meskipun candi-candi yang ada di area ini bukanlah peninggalan orang-orang Betawi, tapi orang Betawi punya andil dalam menjaga situs kekayaan sejarah bangsa Indonesia yang ada di sini. Situs percandian ini berada di tengah area masyarakat Betawi (dan juga masyarakat Sunda) di Karawang yang telah saling berbaur. Corak budaya kehidupan masyarakat di sekitar candi yang menjadi aura daya tarik tersendiri dari tempat ini. 

Tidak ada salahnya kita mempromosikan wisata sejarah candi ini. Agar semakin banyak orang yang tahu dan mendapat banyak sudut pandang soal perjalanan sejarah kehidupan bangsa. Selain itu agar semakin banyak orang datang mengenal ke lingkungan masyarakat Betawi Karawang yang ada di sekitar Candi.

Menara Miring Pisa

Menara Miring Pisa adalah menara lonceng Katedral Pisa, yang dibangun di Field of Miracles
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa Menara Miring Pisa miring..? Hari ini, Anda akan mengetahui alasannya. Menara Miring Pisa adalah menara lonceng Katedral Pisa, yang dibangun di Field of Miracles. Sedikit sejarah:

Pembangunannya dimulai pada tahun 1173 M dengan lempengan sedalam 3 meter, dan di atasnya mulai dibangun tembok. Saat bangunan mencapai lantai tiga, terlihat bangunan mulai miring.

Kita berbicara tentang menara seberat 14.500 ton yang dibangun di atas fondasi sedalam 3 meter yang bertumpu pada tanah pasir dan lumpur. Bayangkan studi geoteknik sebelum konstruksi pada saat itu—secukupnya. Setelah mendeteksi kemiringan, para insinyur pada waktu itu membangun dinding dari lantai yang tersisa sehingga ketinggian lantai di sisi yang tenggelam lebih besar daripada tinggi di sisi yang lain, sehingga mengimbangi sudut kemiringan.

Langkah cerdas! Namun hal ini justru menyebabkan menara semakin miring karena penurunan pondasi yang lebih besar pada sisi yang sudah tenggelam dibandingkan sisi lainnya akibat penambahan beban.

Konstruksi berlangsung selama 199 tahun, dan berbagai jeda selama waktu tersebut menjadi salah satu alasan yang memungkinkan tanah menjadi padat. Tanah liat yang padat menjadi alasan menara ini tidak runtuh dan tahan empat kali gempa tanpa terjatuh. Namun, jika tetap seperti itu di tanah seperti ini, permata ini pada akhirnya akan runtuh. Jadi sudah waktunya untuk “bermain” dengan teknik modern.

Insinyur modern menghitung pusat gravitasi menara, dan perhitungan tersebut menyimpulkan bahwa menara akan runtuh jika mencapai kemiringan lebih dari 5,44 derajat.

Menara ini ditutup pada tahun 1990 untuk perbaikan. Mereka menggali 361 lubang sedalam 40 meter dan menyuntikkan 90 ton beton ke dalam tanah melalui lubang tersebut. (Ini setara dengan 361 kolom, setinggi 13 lantai, “ditancapkan” ke dalam tanah.) Pada pondasi, tiang pancang dibuat di bawah pelat. Ini seperti menempatkan kolom yang menembus lapisan tanah yang tidak stabil dan “berlabuh” ke lapisan tanah yang lebih dalam untuk menjaga agar pelat tetap stabil.

Selanjutnya, tanah dipindahkan dari sisi menara yang tidak terlalu cekung sehingga akan tenggelam pada sisi tersebut dan mengurangi kemiringannya ke empat derajat semula. Terakhir, bahan baja digunakan untuk mengamankan dasar menara ke tanah yang stabil.

Candi Sumur, Situs Bersejarah di Jawa Timur

Candi Sumur, Situs Bersejarah di Jawa Timur
Candi Sumur, Situs Bersejarah di Jawa Timur

Candi Sumur, juga dikenal sebagai Candi Pari, adalah sebuah situs bersejarah yang terletak di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut laporan J. Knebel, candi ini dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang sahabat/adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal di keraton Majapahit.

Candi Sumur diperkirakan didirikan pada abad ke-14 Masehi, sezaman dengan Candi Pari. Keduanya termasuk dalam cagar budaya di Kabupaten Sidoarjo. Berbeda dengan Candi Pari yang memiliki ukuran jauh lebih besar, ukuran Candi Sumur lebih kecil, kira-kira hanya setengah dari Candi Pari.

Keadaan saat ditemukan dari Candi Sumur tidak bisa dikatakan utuh, karena hanya tersisa dinding sisi timur dan selatan badannya, lantai, dan fondasi bangunan. Banyak bata penyusun yang hilang tidak diganti. Kemungkinan besar tidak diketemukannya sisa-sisa batu pembentuk dinding candi, dan tidak adanya informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi bentuk asal dari candi tersebut menyebabkan Candi Sumur ini direstorasi seperti apa yang bisa kita lihat sekarang.

Untuk menghindari dari runtuhnya sisa dinding candi, pada bagian dalam dibangun kerangka dari semen yang berfungsi sebagai penopang dan pengikat susunan badan candi yang masih ada. Candi Sumur ini merupakan salah satu contoh situs bersejarah yang masih tersisa di Jawa Timur, dan perlu dilindungi dan dilestarikan untuk generasi mendatang.

Aksara Kawi Tulisan Kuno yang Masih Dipakai di Zaman Modern

Aksara Kawi Tulisan Kuno yang Masih Dipakai di Zaman Modern
Aksara Kawi: Tulisan Kuno yang Masih Dipakai di Zaman Modern?

Tidak banyak yang tahu ada Hari Aksara Internasional. Selalu diperingati setiap tanggal 8 September. Di Jember, peringatan Hari Aksara itu dikemas dalam Pekan Aksara di Museum Huruf. Salah satu kegiatannya adalah uri-uri aksara kawi.

BAGI generasi saat ini, istilah aksara kawi sangat asing terdengar. Sebab, dalam kesehariannya, aksara yang lebih banyak digunakan adalah aksara Indonesia atau latin. Selain itu, juga mengenal aksara Jawa yang dipelajari di sekolah lewat pendidikan muatan lokal. Praktis, mendengar aksara kawi pun seperti mendengar istilah baru di dunia aksara. Padahal, aksara kawi ini sudah ada sejak abad ke-8 silam.

Memang saat ini aksara kawi tak lagi digunakan. Tetapi, sebenarnya aksara kawi atau aksara Jawa kuno ini dahulunya merupakan bahasa komunikasi yang sering digunakan di Nusantara. Hal ini diketahui dari banyaknya prasasti yang ditemukan dengan pahatan atau tulisan bermodel aksara kawi.

Keberadaannya memang semakin langka. Itulah yang mendorong Museum Huruf Jember, sebuah museum khusus yang memberikan informasi tentang aksara dan bahasa dari beragam masyarakat untuk melestarikannya. Upaya uri-uri aksara kawi dilakukan dengan menggelar pelatihan penulisan aksara kawi, Sabtu lalu (9/9).

Teguh Fatchur Rozi, seorang perwakilan Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia (PAEI) Jawa Timur, diundang. Ahli epigraf asal Tuban itu memberikan pelatihan bagi puluhan pelajar, mahasiswa, hingga masyarakat umum di Museum Huruf Jember. “Saat ini sebenarnya peninggalan prasasti kawi atau Jawa kuno cukup banyak di Nusantara. Seperti halnya di Pulau Jawa dan khususnya Jawa Timur. Ada ratusan prasasti yang ditemukan itu beraksara kawi,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Jember seusai memberikan pelatihan.

Alumnus Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung itu menceritakan, pengenalan aksara kawi sangat penting dilakukan. Menurutnya, itu salah satu upaya melestarikan warisan. Sehingga sikap memiliki dan mengetahui jati diri bangsa bisa terbentuk. “Mempelajari dan menelusuri. Dari dasarnya dulu dengan praktik menulis dan membaca. Tidak perlu muluk-muluk. Yang penting melestarikan dulu. Syukur-syukur bisa membaca aksara kawi di prasasti,” katanya.

Teguh menjelaskan, aksara kawi merupakan aksara historis yang digunakan di wilayah Asia Tenggara maritim. Terutama di Pulau Jawa sekitar abad ke-8 hingga 16. Jika ditarik nasab atau silsilahnya, aksara ini merupakan pengembangan aksara tertua di Nusantara, yakni aksara Pallawa. Selanjutnya, aksara ini berkembang dengan melokalkan diri di wilayah menjadi aksara kawi yang menyediakan aksara dengan beragam pelafalan lokal. Sementara, aksara Pallawa murni menyediakan pelafalan India atau Sansekerta.

Aksara kawi merupakan pendahulu bagi aksara-aksara Nusantara yang lebih modern, seperti aksara Jawa, aksara Bali, aksara Sunda, dan lainnya. Namun, aksara ini mulai hilang sekitar abad ke-16 dan berganti aksara Jawa yang lebih dikenal dengan hanacaraka. “Hanacaraka itu hasil perkembangan aksara kawi,” lanjutnya.

Teguh kurang sependapat bila aksara kawi dinilai sulit dipelajari karena dianggap hal yang langka. Menurutnya, apa pun yang dimulai dari nol atau awal itu memang cukup sulit. Tetapi, itu tidak menutup ruang untuk belajar dan memahami tentang aksara kawi. “Aksara Jawa saja (hanacaraka, Red) dipelajari dan dilestarikan itu sudah cukup baik. Apalagi kalau kita mau mempelajari aksara kawi yang merupakan cikal bakalnya. Memang belajar apa pun dari nol itu sulit. Sama seperti saat masih kecil, kita dikenalkan tulisan. Proses belajarnya juga sama-sama sulit. Yang penting mau banyak praktik. Menulisnya dan membacanya,” terangnya.

Sementara itu, Pendiri Museum Huruf Jember, Ade Sidiq Permana, berharap, selain mengenalkan aksara kawi, pihaknya ingin memberikan tongkat estafet tersebut ke generasi muda. Dirinya percaya, pelatihan ini memberikan kesempatan kepada kaum muda untuk meneruskannya di masa yang akan datang. 

Sumber: radarjember.jawapos.com

Lagu Jawa Gundul Gundul Pacul

Sejak Kapan Kamu Tau Bahwa Pencipta Lagu Jawa Gundul Gundul Pacul Adalah Sunan Kalijaga..?

GUNDUL-GUNDUL PACUL

Gundul gundul pacul-cul, gembelengan. Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan.
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar.

Tembang Jawa ini di ciptakan tahun 1400an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yangg dalam dan sangat mulia.

Gundul
Adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.  Pacul (cangkul) Adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

Gundul pacul
Artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang di beri mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas), artinya adalah Kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal, yaitu : Bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata di gunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Telinga di gunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung di gunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut di gunakan untuk berkata-kata yang baik dan adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan
Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Banyak pemimpin yang lupa bahwa, dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat. Tetapi dia malah.
1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya sendiri.
2. Menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia.
3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya.

Nyunggi wakul, Gembelengan  Nyunggi  Wakul
Artinya membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul di kepalanya.

WAKUL
Adalah simbol kesejahteraan rakyat.
Kekayaan negara, sumberdaya, Pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat.

Kedudukannya di bawah bakul rakyat.
Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul?
Tentu saja pemilik bakul.
Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya.
Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main).

Akibatnya
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar. ( Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana ). Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada di mana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa di makan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat!

Wallahu a'lam.
Semoga kita jadi pribadi yang memiliki integritas sehingga siap menjadi suri tauladan di manapun kita berada.

Pangeran Tubagus Angke

PANGERAN TUBAGUS ANGKE: PEWARIS KEJAYAAN JAYAKARTA DAN PEJUANG MELAWAN PORTUGIS

Pangeran Tubagus Angke Pewaris Kejayaan Jayakarta dan Pejuang Melawan Portugis
Pangeran Tubagus Angke, yang kelak dikenal sebagai Pangeran Jayakarta II, adalah tokoh bersejarah yang memainkan peran penting dalam perkembangan Jayakarta (Jakarta) pada abad ke-16. Lahir sebagai cucu Syekh Datuk Kahfi dan keturunan dari Pangeran Panjunan, Tubagus Angke menikahi Ratu Ayu Pembayun Fatimah, putri Fatahillah dan Ratu Winahon, putri Sunan Gunung Jati. Keberanian dan keadilannya membuat Fatahillah menunjuknya sebagai penerus Adipati Jayakarta, menggantikan dirinya yang telah lanjut usia.

Pejuang Melawan Portugis.
Sebagai panglima perang Kerajaan Banten, Tubagus Angke memimpin pasukan untuk membantu Kerajaan Demak dalam menghadapi benteng Portugis di Sunda Kelapa. Markas pasukannya terletak di sekitar sungai yang kini dikenal sebagai Kali Angke, tempat yang penuh kisah perjuangan dan kemudian menjadi simbol sejarah perlawanan melawan penjajahan.

Pemimpin Jayakarta yang Disegani
Tubagus Angke memerintah sebagai Adipati Jayakarta dari tahun 1550 hingga 1580. Selama masa kepemimpinannya, Jayakarta menjadi pusat perhatian bangsa asing, termasuk Belanda dan Inggris, yang mulai berdatangan ke wilayah tersebut. Ia dikenal di kalangan bangsa Eropa sebagai "Regent of Jakarta" atau "Koning van Jacatra".

Warisan dan Dinasti.
Perkawinan Tubagus Angke dengan Fatimah menghasilkan keturunan yang berperan besar dalam sejarah Banten dan Jayakarta, termasuk Pangeran Sungerasa (Pangeran Jayakarta III) dan Ratu Mertakusuma, yang menikah dengan Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad dari Banten. Keturunan ini melahirkan tokoh besar lainnya, seperti Sultan Ageng Tirtayasa, yang melanjutkan perjuangan melawan dominasi Belanda.

Sumber Nama Kali Angke.
Nama Kali Angke memiliki beberapa versi asal usul. Menurut Alwi Shahab, nama ini berasal dari bahasa Hokkian, di mana "ang" berarti merah dan "ke" berarti sungai, merujuk pada tragedi pembantaian Tionghoa tahun 1740 yang membuat air sungai.

Sabtu, 15 Februari 2025

Sejarah Tenaga Dalam Indonesia

Sejarah Tenaga Dalam Indonesia
SEJARAH TENAGA DALAM INDONESIA
Banyak Perguruan ataupun pribadi yang menawarkan pelatihan-pelatihan tenaga dalam. Namun tak banyak dari mereka yang paham sejarah tenaga dalam itu sendiri. Memang perkembangan tenaga dalam Indonesia tidak diimbangi kepedulian dalam penelusuran asal-usul, siapa tokoh yang menciptakan dan mengembangkannya. 

Bahkan sebagian besar dari perguruan itu berupaya menyembunyikan sejarah dari mana pendiri perguruan itu belajar tenaga dalam. Ada juga Guru yang sengaja mengarang sejarah layaknya cerita yang di-dramatisir untuk mendongkrak nama dan “omset penjualan” perguruannya.

Tenaga dalam (versi Indonesia) identik dengan ilmu yang mampu menghalau lawan dalam keadaan amarah/emosi dari jarak jauh. Lazimnya, bela diri jenis ini digali melalui olah napas, jurus dan pengejangan pada bagian tubuh tertentu (dada/perut). Terkadang pula disertai ajaran spiritual.

Perkembangan sejarah tenaga dalam di Indonesia diwarnai oleh 4 tokoh penting. Yaitu Muhammad Toha pendiri Sin Lam Ba (Jakarta), Anandinata pendiri Margaluyu (Bandung), H Abdul Rasyid pendiri Budi Suci (Bogor) dan Nampon pendiri Tri Rasa (Bandung).

Pada akhir abad 19 tenaga dalam sudah mulai dipelajari secara terbatas tetapi baru keluar dari “sangkar”-nya pada tahun 1932 ketika Nampon melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon diluar kesadarannya berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya itu jatuh terpelating.

Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan kereta api di jaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena sikapnya yang anti penjajah Belanda. Diantara murid Nampon yang berjasa ikut mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di Bandung, diantaranya murid itu adalah Bung Karno dan M Natsir.

Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia diantaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.

Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?

Sidik, murid dari H Abdul Rosyid pendiri aliran Budi Suci yang banyak menyebarkan aliran ini di Jawa dan Sumatra, pada tahun 1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalamnya diwarnai keilmuan Abah Khoir dan Nampon. Begitu halnya dengan aliran yang banyak berkembang di Jawa Tengah, seperti Ragajati di Banyumas, JSP (Jurus Seni Penyadar) di Tegal dan beberapa aliran di Semarang.

Yosis Siswoyo Guru Besar aliran Bandar Karima Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.

Namun demikian Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.

Aliran Andadinata ini kemudian dikenal dengan nama Marga Rahayu namun kemudian dirubah menjadi Margaluyu dan mulai dikenalkan pada pada khalayak pada tahun 1932, tetapi pada tahun 1922 aliran itu sudah diperkenalkan dalam lingkup yang terbatas.

Anandinata konon memiliki beberapa murid, diantaranya Dan Suwaryana, dosen ASRI yang juga wartawan di Yogyakarta. Dari Dan Suwaryana ini kemudian “pecah” (berkembang) lebih dari 17 perguruan tenaga dalam besar yang kini bermarkas di kota gudeg, Yogyakarta, diantaranya Prana Sakti yang dikembangkan Aspanuddin Panjaitan.

Menurut berbagai pihak yang dapat dipercaya, perguruan yang terinspirasi oleh Prana Sakti itu, diantaranya : Prana Sakti Indonesia, Prana Sakti Jayakarta, Satria Nusantara, Perdawa Padma, Radiasi Tenaga Dalam, Kalimasada, Bunga Islam, Al-Barokah, Indonesia Perkasa, Sinar Putih, Al-Barokah, Al-Ikhlas, dll.

Konon, keilmuan yang ada pada Margaluyu itu sendiri memiliki silsilah dari para Wali di tanah Jawa, yang apabila diruntut yaitu dari Syekh Datul Kahfi – Prabu Kian Santang / P.Cakrabuana (Setelah masuk Islam dikenal sebagai Sunan Rahmad Suci Godong Garut) kemudian ke : Sunan Gunung Jati dan dari beliau turun ke Anandinata.

Hingga kini sejarah tenaga dalam masih misteri, siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya. Para pinesepuh juga tidak memiliki refrensi yang kuat berkaitan dengan sejarah perguruan dan pencetusnya.
Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang mengambil sumber dari aliran yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3 nama tokoh yang disebut-sebut dalam “ritual” yaitu Madi, Kari dan Syahbandar (atau disebut Subandari, tetapi bernama asli H Qosim).

Tentang nama Madi, Kari dan Syahbandar sebagaimana disebut diatas, memang banyak mewarnai keilmuan Nampon, namun keilmuan itu lebih bersifat fisik, karena dalam catatan “tempo doeloe” Madi dan Kari belum memperkenalkan teknik bela diri tenaga dalam (pukulan jarak jauh).

Baik Madi, Kari dan Syahbandar dikenal sebagai pendekar silat (fisik) pada masanya. H. Qosim yang kemudian dikenal sebagai Syahbandar atau Mama’ Subadar karena tinggal dan disegani masyarakat desa Subadar di wilayah Cianjur. Sedangkan Madi dikenal sebagai penjual dan penjinak kuda binal yang diimpor asal Eropa.

Dalam dunia persilatan Madi dikenal pakar dalam mematah siku lawan dengan jurus gilesnya, sedangkan Kari dikenal sebagai pendekar asli Benteng Tangerang yang juga menguasai jurus-jurus kung fu dan ahli dalam teknik jatuhan.

Pada era Syahbandar, Kari dan Madi banyak pendekar dari berbagai aliran berkumpul. Batavia seakan menjadi pusat barter ilmu bela diri dari berbagai aliran, mulai dari silat Padang, silat Betawi kombinasi kung fu ala Bang Kari, juga aliran Cimande yang dibawa oleh Khoir.

Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon bersumber dari Khoir dan Nampon, juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam itu bersumber (hanya) dari Nampon seorang. Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari Margaluyu.

Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang patut dianggap sebagai pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang disebut adalah Madi, Kari dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama Nampon tidak disebut-sebut. Ini menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari tokoh sebelum Nampon, walau nampon yang kemudian merangkum dan menyempurnakannya. Namun simpulan itu diragukan mengingat pada masa pendekar Madi, Kari, Sahbandar ini tenaga dalam belum dikenal.

Terbukti, dalam suatu peristiwa saat Madi diserang kuda binal juga mematahkan kaki kuda dengan tangkisan tangannya, dan Khoir guru dari Nampon saat bertarung dengan pendekar Kung Fu, juga menggunakan selendang untuk mengikat lawannya pada pohon pinang. Artinya, jika tenaga dalam itu sudah ada, dan mereka-mereka itu adalah pakarnya, kenapa musti pakai selendang segala? Kenapa tidak pakai “jurus kunci” agar pendekar Kung Fu itu tidak bisa bergerak.

Justru pemanfaatan tenaga dalam itu baru tercatat pada era Nampon tahun 1930-an. Kasus “histeris” saat menyambut kelahiran anaknya di depan stasiun Padalarang, dan pertarungan Nampon dengan Jawara Banten juga saat melayani tantangan KM Thamim yang (setelah kalah) lalu berguru kepadanya.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandar Karima (kepanjangan dari Syahbandar, Kari dan Madi) termasuk kalangan pendekar generasi tua di Bandung juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.

Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.

Tentang Sin Lam Ba, H Harun Ahmad, murid Muhammad Toha guru besar Sin Lam Ba - Jakarta, kepada penulis menjelaskan bahwa pada tahun 1896 Bang Toha yang juga anggota Polisis di zaman Belanda itu menemukan jurus tenaga dalam dari H Odo seorang kiai dari pesantren di Cikampek, Jawa Barat sedangkan Al-Hikmah yang dikembangkan oleh Abah Zaki Abdul Syukur juga bersumber dari Bang Toha bahkan pada awal kali memulai aktivitas perguruannya, sempat bergabung dibawah panji Sin Lam Ba. Namun ketika H Harun Ahmad ditanya tentang dari mana H Odo mendapatkan ilmu itu, ia tak dapat menjelaskannya.

H Harun hanya menjelaskan, aliran tenaga dalam yang kini berubah menjadi nama yang banyak dan berbeda-beda itu, dulunya adalah “Ilmu Tanpa Nama” yang kemudian dikembangkan pencetusnya dengan cara mengadopsi atau menyampur dari berbagai aliran yang pernah dipelajarinya.
Mulai Berubah Fungsi

Melacak sejarah perkembangan tenaga dalam setidaknya dapat ditelusuri dari sejarah berdirinya aliran tenaga dalam “tua” yaitu :
- 1896 pertemuan M. Toha dengan H. Odo di Cikampek lalu berdiri aliran Sin Lam Ba di Jakarta.
- 1922 secara terbatas Andadinata mulai memperkenalkan jurus tenaga dalam di daerah Ranca Engkek, Bandung. Dari Andadinata kemudian muncul aliran Margaluyu.
- 1932 Nampon mendirikan aliran Tri Rasa di Bandung dan H. Abdul Rosyid mendirikan aliran Budi Suci di Bogor.

Penelusuran sementara sejarah perkembangan perguruan tenaga dalam lebih tertuju pada wilayah Jawa Barat dan Batavia sebagai tempat kelahiran aliran tenaga dalam. Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama.

Sin Lam Ba lebih banyak berkembang di wilayah Jakarta, sedangkan Al-Hikmah masuk Jawa Tengah melalui jalur pesantren Bambu Runcing di Parakan Temanggung. Budi Suci yang didirikan H. Abdul Rosyid di Bogor memilih wilayah pengembangan di wilayah pantai utara ke arah timur mulai dari Jakarta, Bekasi, Karawang, Cikampek, Kuningan, Indramayu dan Cirebon, Semarang, Rembang dan tahun 1983 di Cluwak, Pati Utara. Sedangkan Margaluyu justru berkembang pesat di wilayah Yogyakarta, walau guru yang belajar dari aliran ini kemudian mengganti perguruan dengan nama baru.
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah diikutinya.

Pertimbangan merubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah, disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain.

Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan penulis, perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun bela diri dari luar (asing).

Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan “sikap 5” yaitu : 1. Jangan cepat puas. 2. Jangan suka pamer. 3. Jangan merasa paling jago. 4. Jangan suka mencari pujian dan 5. Jangan menyakiti orang lain.

Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Qosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.

Rangkapan Fisik
Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal.

Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan nafas religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat bagi para pejuang di era kemerdekaan.

Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke wilayah Pati utara dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci, menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam.

Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut. Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi perkelahian diluar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam” saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.

Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu, suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah).

Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.

Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah saat berlatih dengan teman seperguruannya.

Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru. Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).

Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari Bandar Karima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.

Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam setelah perkelahian itu sudah usai.

Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya “tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.

Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu dengan sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan “suci” (sabar, tenang).

Memposisikan diri tetap bertahan (sabar) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi penyerang mentalnya tetap terjaga.

Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.

Tenaga Dalam Pantura
Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang. Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika. Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.

Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.

Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak berkembang di Jawa Tengah.

Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid sang pendiri aliran Budi Suci.

Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung diawal tahun 80-an.

Ketika beberapa pengurus Satya di Sirahan, Cluwak berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai kegiatan perguruan.

Kehadiran Sidik ke Sirahan ibarat meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir sang pendiri Cimande dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid.
Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-ada.

Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari. Dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.

Sumber : 
LBD SINAR PUTIH CIPELEM
sendalku pedot
Dusun Puyang (Dupun stories)